“Ini sudah diakui banyak negara bahwa Indonesia dengan iklim tropisnya merupakan salah satu sumber tanaman obat yang sangat penting di dunia,” kata Dikdik saat menjadi pembicara pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Prospek Herbal Dentistry: Kimia Bahan Alam untuk Kemandirian Obat” yang digelar Dewan Profesor Unpad dikutip dari laman unpad.ac.id, Senin, 30 Mei 2022.
Dikdik menuturkan Kementerian Kesehatan RI mencatat terdapat 19.871 tanaman obat yang digunakan sebagai ramuan tradisional. Sebanyak 16.218 di antaranya telah diidentifikasi.
Dari hasil identifikasi tersebut, baru sekitar 9.600 spesies yang diketahui memiliki khasiat obat. Sebanyak 200 spesies telah digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional.
“Jika dilihat persentasenya, pengembangan tanaman herbal menjadi obat relatif masih sangat kecil,” tutur dia.
Guru Besar pada Departemen Kimia FMIPA Unpad ini memaparkan saat ini Indonesia berada pada peringkat 19 negara pengekspor obat herbal dengan pangsa pasar sebesar 0,61 persen pada 2019. Nilai ekspor tersebut meningkat menjadi 14,08 persen pada periode Januari-September 2020 dengan pemasukan sebesar USD9,64 juta.
Negara pengimpor produk biofarmasi Indonesia didominasi India (62,30 persen), Singapura (6,15 persen), Jepang (5,08 persen), Malaysia (3,15 persen), dan Vietnam (3,17 persen). Dikdik memaparkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah melakukan regulasi untuk menetapkan obat herbal menjadi salah satu yang direkomendasikan untuk mendukung kesehatan masyarakat selain obat modern.
Di beberapa negara, obat herbal sudah diberikan sebagai resep yang diberikan oleh dokter. “Di Jepang, dokter sudah memberikan resep dua jenis, apakah mau obat herbal atau obat modern. Kedua-duanya diakui pemerintah,” ujar Dikdik.
Dia mengatakan Indonesia bisa menerapkan kebijakan tersebut, sehingga masyarakat akan diberikan pilihan untuk menggunakan obat herbal yang sudah tesertifikasi atau obat modern. Penggunaan obat modern, khususnya antibiotik, di Indonesia sebagian besar masih didominasi produk impor.
Dia mengatakan impor antibiotik yang masih tinggi akan membebani ekonomi negara. “Tentunya ketika impor terus dilakukan, pada akhirnya di satu sisi kesehatan masyarakat akan rusak karena resistensi, di sisi lain negara juga tidak akan bisa mandiri untuk mengembangkan obat sendiri,” ucap Dikdik.
Dikdik menyebut pengembangan obat modern memiliki waktu dan biaya tidak sedikit. Karena itu, pengembangan obat herbal menjadi prospek masa depan Indonesia untuk mengurangi impor bahan baku obat.
Dia mengakui pengembangan riset mengenai obat herbal bukan hal mudah. Namun, hal ini bisa disiasati menggunakan pendekatan etnofarmakologi.
Melalui pendekatan tersebut, riset bisa dilakukan dengan memilih bahan baku yang sudah pernah dilakukan atau dicoba oleh nenek moyang. “Kita bisa menggali dengan pendekatan etnobotani-etnofarmakologi, tanaman apa yang sering digunakan nenek moyang untuk pengobatan tradisional. Itu merupakan pendekatan yang paling mudah untuk kita lakukan,” kata Dikdik.
Baca: Obat Herbal Atasi Perut Buncit Inovasi Peneliti IPB, Kombinasi Asam Gelugur dan Kunci Pepet
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id