"Ini suatu kebanggaan tersendiri untuk menggelar perhelatan ilmiah kebahasaan bertemakan 'Bahasa Nusantara Perajut Multikulturalisme Bangsa' secara virtual melalui aplikasi zoom meeting," kata Ketua Panitia KIMLI Ikhwan M Said, Rabu, 18 Agustus 2021.
Dia mengatakan, KIMLI telah diselenggrakan oleh Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI) sejak 1975. Kongres ini melibatkan para ahli linguistik dari berbagai institusi di Indonesia. Kongres ini bertujuan memajukan penelitian ilmiah kebahasaan, baik teori maupun penerapannya pada bidang-bidang studi lain yang terkait.
Menurut Ikhwan, Unhas dipercaya menjadi tuan rumah setelah lebih 30 tahun. Seharusnya KIMLI 2021 digelar pada tahun lalu. Namun, karena pandemi covid-19, kegiatan yang dilaksanakan setiap dua tahun ini harus diundur menjadi 2021.
Ketua Pengurus Masyarakat Linguistik Indonesia, Luh Anik Mayani menyebutkan, situasi pandemi telah mengubah tradisi pelaksanaan KIMLI. Ini kali pertama kalinya KIMLI dilakukan secara daring.
Baca: Kemendikbudristek Luncurkan Buku Peluang Karier Industri Film Industri
"Ini membuktikan bahwa KIMLI tetap berjalan dinamis dalam mengikuti tantangan dan peluang digitalisasi di era pandemi covid-19. Kita dapat merajut multikultural bangsa yang tidak hanya sebagai penutur subyek penelitian linguitisk di dunia nyata, tapi juga dalam dunia maya," ujar Luh Anik.
Dia berharap KIMLI 2021 akan meningkatkan penelitian di bidang linguistik untuk kemajuan Indonesia melalui kajian kebahasaan. Ia juga berharap KIMLI menjadikan bahasa sebagai kekuatan bangsa Indonesia yang memilliki kekayaan 46 bahasa daerah.
KIMLI 2021 secara resmi di buka oleh Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi dan Kemitraan, Nasrum Massi. Nasrum menyampaikan terima kasih atas kepercayaan terhadap Unhas sebagai tuan rumah KIMLI 2021. Unhas terakhir kali menjadi tuan rumah KIMLI pada 1988, atau 30 tahun yang lalu.
Menurut dia, KIMLI sebagai tempat bertemunya para pakar terkait isu-isu linguistik. Bahasa menjadi elemen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena telah menjadi faktor perekat kehidupan multibudaya. Termasuk, dengan negara-negara tetangga yang serumpun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News