Kemendikbudristek pun terus berupaya memfasilitasi dan mempercepat pelayanan bagi masyarakat penghayat kepercayaan untuk mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara dan tanpa diskriminasi.
Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjenbud) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Kota Surakarta menyerahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan kolom agama Kepercayaan secara simbolis. KTP tersebut diserahkan kepada penghayat kepercayaan di Solo Raya (Kota Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen dan Klaten) dalam acara pembukaan Festival Budaya Spiritual, di Balaikota Surakarta.
Pada acara Festival Budaya Spiritual, Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan, akses terhadap pelayanan salah satunya adalah akses terhadap pendidikan. Hal tersebut merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 27 Tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada Peserta Didik Penghayat di Satuan Pendidikan serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi.
“Dengan pelaksanaan kebijakan ini, kita sedang menegakkan hak-hak (seluruh lapisan masyarakat). Harapannya agar semua komponen bisa berkontribusi memajukan negara kita. Inilah landasan budaya spiritual,” ucapnya.
Hilmar mengapresiasi upaya Pemerintah kota Surakarta yang dinilai berhasil menjadi contoh praktik baik dalam mewujudkan toleransi termasuk mengharmonisasikan kehidupan berbangsa dan bernegara bersama para penghayat kepercayaan. Menurut Hilmar, Surakarta, Jawa Tengah sudah membuktikan sebagai ujung tombak toleransi di Indonesia.
Semoga capaian baik yang sudah dilakukan bisa menginspirasi daerah lain dalam menjadikan budaya spiritual dari leluhur kita sebagai landasan dan bekal bagi masa depan untuk mawas diri. “Terima kasih sudah mengawal tradisi spiritual di negara kita,” ucap Hilmar .
Festival Budaya Spiritual yang bertema “Rembuk Sedulur Sepuh” dirancang untuk membangun kesamaan pandangan terhadap perwujudan budaya spiritual yang terdiri atas kesadaran budaya, kesadaran mental, dan kesadaran spiritual. Kegiatan ini berpusat di Balaikota Surakarta pada tanggal 17-19 Juli 2023.
Surakarta menjadi lokasi Festival Budaya Spiritual karena secara aktif dan massif mempromosikan tradisi dan budaya dengan pendekatan inklusif. Laporan Indeks Kota Toleran 2022 yang dilakukan oleh SETARA Institute juga menunjukkan bahwa Surakarta merupakan salah satu kota yang memiliki tingkat toleransi yang baik.
Wakil Wali Kota Surakarta, Teguh Prakosa berharap, gerakan pelayanan kepada para penghayat ini secara khusus bisa diikuti oleh kepala daerah yang lain. Hal ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 97/PUU-XIV/2016 mengenai kesetaraan akses layanan umum kependudukan bagi masyarakat adat dan penghayat kepercayaan.
“Ada dua pesan yang akan disampaikan melalui pelaksanaan kegiatan Festival Budaya Spiritual yaitu pertama bahwa kita dapat hidup berdampingan dengan damai dalam masyarakat yang beragam dan kedua pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah dapat memberikan layanan terbaik kepada seluruh warganya sehingga hak-hak sipil seluruh masyarakat dapat terjamin, termasuk di dalamnya kebebasan dalam menjalankan ritual,” tuturnya.
Wakil Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Taj Yasin Maimoen menyampaikan apresiasinya karena Festival Budaya Spiritual dapat mengasah jiwa toleransi. “Kami senang dengan banyaknya toleransi dan pemahaman yang terbangun di masyarakat bahwa rasa saling menghormati menjadi tujuan kita. Sudah banyak yang dinobatkan sebagai kabupaten/kota toleransi salah satunya Kota Surakarta,” jelas Yasin.
Festival Budaya Spiritual mengambil momen peringatan Bulan Suro, yakni bulan pertama dalam penanggalan Jawa yang dianggap suci dan dijunjung dalam tradisi Jawa. Bulan ini dianggap sebagai waktu yang tepat untuk melakukan refleksi spiritual, bertukar pikiran, dan memperoleh pemahaman mendalam tentang kehidupan.
Kegiatan ini mengemas praktik baik tradisi perayaan Bulan Suro dan diikuti oleh 500 orang penghayat. Diawali dengan Napak Tilas Spiritual, Umbul Donga, Sarasehan Kebudayaan, Kirab Suro, Ruwatan Sukerto dan Pagelaran Wayang Kulit. Kesemuannya dimeriahkan dengan ekspresi budaya, kesenian tradisional dan tradisi tumpeng, serta pameran budaya oleh penghayat dan produk usaha mikro kecil menengah (UMKM) lokal.
Baca juga: Pertemukan Penghayat Kepercayaan, Festival Budaya Spiritual Bakal Digelar di Solo |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News