?Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Itje Chodidjah. Foto: BRIN
?Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Itje Chodidjah. Foto: BRIN

Setiap 40 Hari, Satu Bahasa di Dunia Dinyatakan Punah

Citra Larasati • 22 Februari 2023 17:25
Jakarta:  Keanekaragaman bahasa di dunia semakin terancam. Setiap 40 hari, satu bahasa di di dunia dinyatakan punah.
 
?Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Itje Chodidjah mengatakan, berdasarkan World Atlas of Language, ada 8.324 bahasa yang diucapkan atau ditandatangani, didokumentasikan oleh pemerintah, lembaga publik, dan komunitas akademik. Namun, saat ini hanya sekitar 7.000 bahasa yang masih digunakan.
 
World Atlas of Language adalah sebuah aplikasi daring interaktif dan dinamis yang mendokumentasikan berbagai aspek dan fitur status bahasa di berbagai negara di seluruh dunia. Itje menjelaskan, dari 700 lebih bahasa yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia, namun baru 37 bahasa yang tercatat dalam World Atlas of Language.

"Ini menjadi tantangan bagi seluruh pegiat bahasa untuk meng-update data tersebut," kata Itje, saat menjadi pembicara kunci pada hari ke-2 Konferensi Internasional Preservasi Bahasa dan Sastra (The 1st International Conference on Language and Literature Preservation), di Jakarta, Rabu, 22 Februari 2023.
 
Untuk itu, Itje menekankan agar penggunaan Bahasa Ibu harus dimulai dari ranah yang paling kecil yaitu keluarga, komunitas, dan masyarakat. Menurutnya, dalam pelestarian bahasa ibu, hendaknya janganlah hanya menjadi mata pelajaran muatan lokal saja.
 
Sehingga nantinya para siswa hanya sekadar mencari nilai. "Kami mendorong BRIN, agar kegiatan konferensi seperti ini dapat dijadikan sebagai sarana kolaborasi bagi para periset untuk mengembangkan bahasa ibu," ujarnya.
 
Menurut Itje, sejauh ini peran UNESCO dalam upaya pelestarian Bahasa Ibu dilakukan dalam bentuk penetapan, peringatan, dan imbauan. Pada saat General Conference (Sidang Umum) tanggal 17 November 1999, UNESCO mendeklarasikan tanggal 21 Februari menjadi Hari Bahasa Ibu Internasional.
 
Hal ini sebagai bentuk penghormatan kepada gerakan bahasa yang dilakukan oleh orang-orang Bangladesh atau Pakistan Timur saat itu. Tujuannya untuk menetapkan hak Bahasa Ibu Bangla sebagai bahasa negara untuk melindungi etnis, entitas diri, dan perbedaan budaya. 
 
UNESCO mengakui, bahasa dan multibahasa dapat memajukan inklusi dan tujuan pembangunan keberlanjutan (SDGs), berfokus untuk tidak meninggalkan siapapun (no one left behind). Hari Bahasa Ibu adalah dari inisiatif lebih luas untuk mempromosikan melestarikan dan perlindungan semua bahasa yang digunakan oleh orang-orang di dunia.
 
UNESCO meyakini pentingnya keanekaragaman budaya dan bahasa untuk masyarakat yang berkelanjutan.  Dalam mandatnya untuk perdamaian, perbedaan budaya dan bahasa yang memupuk toleransi dan rasa hormat terhadap orang lain.
 
UNESCO juga mengimbau kepada negara anggotanya agar terus melestarikan Bahasa Ibu milik masing-masing negara.  Salah satunya dengan menyarankan penggunaan Bahasa Ibu pada tahun-tahun awal sekolah, yang digabungkan dengan bahasa pengantar resmi.
 
"Pendekatan ini dinamakan Pendidikan Multibahasa," imbuh Itje.
 
Penyelenggaraan Konferensi Internasional Preservasi Bahasa dan Sastra yang digelar oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Preservasi Bahasa dan Sastra, merupakan acara yang sangat spesial. Hal itu lantaran kegiatan ini merupakan momen pertama kalinya di Indonesia menyelenggarakan konferensi internasional untuk pelestarian bahasa dan sastra. 
 
Kegiatan ini melibatkan 400 peserta dari kalangan dosen, guru, mahasiswa, peneliti, sampai dengan pegiat bahasa dan sastra.  "Tentunya ini merupakan upaya besar yang diberikan oleh BRIN untuk memperingati pelestarian bahasa ibu," ungkap Itje. 
 
Oleh karena itu, pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan konservasi dan revitalisasi, hal ini merupakan salah satu upaya untuk perlindungan terhadap bahasa dan sastra daerah agar terhindar dari kepunahan. "Pengetahuan tentang bahasa adalah pintu menuju kebijaksanaan, jadi mari kita bersama tak kenal lelah untuk terus belajar dan terus melestarikan Bahasa Ibu kita, baik dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang," jelas Itje.
Baca juga:  Periset BRIN Ungkap Penyebab Fenomena Kata yang Dianggap Kuno dalam Bahasa Daerah

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan