Plt Dirjen Diktiristek, Kemendikbudristek, Nizam. DOK YouTube SNPMB BPPP
Plt Dirjen Diktiristek, Kemendikbudristek, Nizam. DOK YouTube SNPMB BPPP

Plt Dirjen Diktiristek Tak Mau Buka Mulut Soal Pelanggaran MWA UNS

Media Indonesia.com • 06 April 2023 09:52
Jakarta: Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) Nizam tak mau buka mulut soal pelanggaran Majelis Wali Amanat Universitas Sebelas Maret (MWA UNS) yang sampai membatalkan pemilihan rektor periode 2023-2028 Sajidan. Nizam cuma menyebut pemilihan rektor bertentangan dengan undang-undang.
 
“Saya tidak boleh menyampaikan (pelanggaran apa yang dilakukan). Karena hasil investigasi Irjen kan sifatnya rahasia. Dan tindak-lanjutnya oleh Sekjen,” ujar Nizam kepada Media Indonesia, Rabu, 5 April 2023.
 
Nizam menyebut kasus yang terjadi di UNS merupakan hal yang biasa terjadi. Tim investigasi Kemendikbudristek akan turun meninjau bila menemukan kecurangan, pelanggaran peraturan, atau pelanggaran prosedur.

“Sebetulnya kasus semacam UNS ini hal biasa. Langkah kita (melihat masalah di UNS), kita menurunkan tim investigasi. Kalau ditemukan kecurangan atau pelanggaran ya harus dibatalkan,” kata Nizam.
 
Nizam juga menanggapi soal persentase suara Mendikbudristek Nadiem Makarim sebesar 35 persen dalam pemilihan rektor tidak menjadi masalah. Malah, kata Nizam, seharusnya suara pemerintah dalam pemilihan rektor di perguruan tinggi negeri 100 persen.
 
“Lah, PTN kan 100 persen milik negara, mestinya malah 100 persen. Jabatan rektor itu beda dengan ketua ormas, idealnya bukan berdasar election tapi selection. Seperti pengisian jabatan publik, basisnya merit,” tegas Nizam.
 
Sementara itu, pengamat pendidikan Doni Koesoema menilai suara menteri dalam pemilihan rektor sebesar 35 persen terlalu banyak. Sehingga, universitas tidak bisa independen dalam menentukan rektor terbaik menurut senat mahasiswa dan seluruh sivitas akademik.
 
Dia menyebut hal itu mencederai demokrasi. Sebab, suara 35 persen bisa memecah belah kampus.
 
"Sehingga, nanti rektor jadi orang-orangnya menteri, sekalipun itu suara dari bawah. Suara dari bawah tidak bisa mengalahkan itu. Sepertinya harus dikembalikan ke otonomi kampus, biarkan rektor dipilih berdasarkan pilihan terbaik orang-orang di kampus itu,” papar Doni.
 
Doni menilai 35 persen suara menteri dalam pemilihan rektor di universitas bisa saja memicu praktik suap-menyuap. Dia menyebut potensi korupsi mungkin saja terjadi apabila masing-masing memiliki kepentingan.
 
“Karena Menteri punya kepentingan orang-orangnya yang dipilih. Nurut terus. Sementara perguruan tinggi punya otonomi. Ini dampaknya jelas sekali. Tetapi ketika ada permasalahan di perguruan tinggi, rektornya ditangkap KPK dan sebagainya, Mendikbudnya lepas tangan. Harusnya dia ikut tanggung jawab. Penanggung jawab utama perguruan tinggi di Indonesia itu kan Mendikbud nya,” tutur dia.
 
Doni mengingatkan pemilihan rektor yang terlalu mendapatkan intervensi dari pemerintah akan menjadi preseden buruk ke depan bagi pengelolaan kampus.Dia meminta kampus diberikan kembali otonominya sebagai lembaga pendidikan yang independen.
 
Dia menyebut apabila Kemendikbudristek ingin berkontribusi dalam pemilihan rektor, menteri baiknya memberikan suara sebesar 10 persen saja. Sehingga, suara dari bawah yang menentukan dan menteri tinggal mendukung keputusan sivitas akademika.
 
"Peraturan Menteri juga harus diubah. Kalau seperti sekarang proses pemilihan rektor itu semua rektornya orang-orangan menteri. Kalau bukan orang-orangan menteri, sulit jadi rektor,” kata Doni.
 
Baca juga: MWA UNS Klaim Tidak Ada Pelanggaran pada Pelaksanaan Pemilihan Rektor

 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan