“Deg-degan, nangis, bahagia, semuanya campur. Saya masih tidak percaya bisa diterima di UGM lewat SNBP. Di sekolah saya, jarang ada yang lulus SNBP,” cerita Gigih dikutip dari laman ugm.ac.id, Jumat, 19 Juli 2024.
Seperti namanya, dia gigih mengejar pendidikan sejak kecil. Gigih rajin belajar dan mengikuti berbagai perlombaan demi mimpinya kuliah di UGM.
Gigih berhasil meraih berbagai prestasi, termasuk medali perak dan perunggu di Olimpiade Fisika dan juara 1 di kompetisi inovasi sains tingkat provinsi.
Anak ketiga dari empat bersaudara ini memang gemar belajar fisika. Ia aktif mengikuti klub belajar fisika di sekolahnya. Di klub ini, ia terbiasa membahas soal-soal olimpiade maupun membuat kreasi alat inovasi. Meski terkenal sulit, soal-soal fisika membuatnya merasa senang dan tertantang.
Gigih bersyukur, sang ayah, Muhidin, 59, selalu mendukung cita-citanya. Muhidin jugalah yang memantik semangat Gigih mengejar pendidikan setinggi-tingginya.
Muhidin tidak pernah memaksa Gigih menjadi juara kelas. Terpenting, Gigih rajin belajar dan memiliki karakter yang baik.
“Saya sebagai orang tua selalu memberikan motivasi, apa pun pandangan atau pendapatnya tidak pernah saya bantah. Kalau cita-cita Gigih baik bagi hidupnya di dunia dan akhirat, saya berdoa semoga Tuhan mengabulkan. Kalau kuliah di UGM baik untuk hidup Gigih ke depan, keluarga tentu mendukung,” ucap Muhidin.
Tak mudah bagi Muhidin menjalani peran sebagai ayah sekaligus ibu selepas istrinya, Purnawati, meninggal dunia pada 2019. Kepergian sang istri yang begitu mendadak menjadi ujian berat tak hanya baginya, tetapi juga bagi keempat anaknya.
Awalnya, ia mengaku kesulitan saat harus menyesuaikan diri dengan tanggung jawab ganda. Terlebih, perkembangan anak bungsunya agak terhambat.
Dulu, kata Muhidin, mendiang sang istrinyalah yang biasanya mengurus toko alat rumah tangga di depan rumah mereka di Desa Tirtanadi, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Penghasilan dari toko digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Namun, karena tak ada lagi yang semahir sang istri dalam berdagang, toko tersebut kini tidak ada yang mengurusi. Muhidin tak pernah lagi mengisi barang-barang untuk dijual di toko.
Sehari-hari, Muhidin berprofesi sebagai guru honorer. Lulusan Pertanian Universitas Mataram Tahun 1990 ini mengaku tak langsung mendapatkan pekerjaan setelah wisuda.
Beruntung, dua tahun berselang, temannya menawarkan posisi guru matematika di MAS NW Korleko. Sejak saat itu, Muhidin mengabdikan diri sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
“Pernah juga saya ikut teman jadi TKI di Malaysia, tetapi hanya setahun. Selepas itu, saya kembali lagi jadi guru,” kenang dia.
Lebih dari 30 tahun Muhidin mengajar, berbagai karakter anak telah ia temui. Adakalanya, di ruang guru, ia dan beberapa rekan menangisi anak-anak yang terlampau nakal.
Meski begitu, ia tetap mendoakan agar segala ilmu yang ia berikan bisa bermanfaat buat mereka. Dengan penghasilan sebesar Rp2 juta sebulan, Muhidin harus putar otak mencukupi kebutuhan keluarga.
Terlebih, pada Desember ini, ia tidak lagi menerima uang sertifikasi karena telah memasuki usia pensiun. Meski masih diperbolehkan mengajar, penghasilannya akan berkurang drastis karena hanya mendapat gaji pokok Rp500.000 per bulan.
“Untuk tambah-tambah, setelah mengajar, saya juga ngarit rumput untuk pakan sapi,” ujar Muhidin.
Meski penghasilannya sebagai guru honorer pas-pasan, Muhidin selalu berupaya memenuhi kebutuhan Gigih. Saat sang anak menyampaikan keinginan untuk berkuliah di UGM, awalnya Muhidin merasa berat dan khawatir untuk melepas anaknya menimba ilmu yang jaraknya lebih 800 kilometer. Terlebih, biaya untuk menyekolahkan Gigih di perantauan tidak sedikit.
Kabar bahagia datang ke Muhidin ketika Gigih dinyatakan mendapatkan subsidi UKT 100 persen dari UGM. Saat itu, ia dan Gigih terkejut bukan main hingga sang anak harus memeriksa layar beberapa kali.
Ia juga turut memeriksa layar Simaster Gigih dan mendapati bahwa benar, kuliah sang anak di UGM gratis hingga lulus nanti. Kini, ia dan Gigih tinggal menunggu pengumuman beasiswa KIP Kuliah.
“Saya sangat merasa terbantu dengan adanya subsidi UKT, khususnya dalam keadaan ekonomi yang sulit seperti ini,” ucap dia.
Menjelang keberangkatan Gigih ke Yogyakarta, Muhidin tak henti-hentinya memberikan nasihat. Ia mengingatkan Gigih untuk selalu menjaga tutur kata dan perilaku di tanah rantau, serta memanfaatkan subsidi yang diterima secara maksimal.
Dia juga berpesan agar Gigih selalu disiplin menunaikan salat lima waktu. “Nanti, setelah di Yogyakarta, jaga diri baik-baik. Jaga baik-baik apa yang keluar dari mulut sebab bila salah, itu bisa membahayakan. Bertutur kata yang lemah lembut, sabar, dan jangan lupa sholat,” pesan dia.
| Baca juga: Cerita Haru Moses Patibang, Anak Petani Singkong yang Berhasil Kuliah Gratis di UGM |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id