Dia menilai kasus pemerkosaan anak oleh motivator Julianto Eka Putra muncul akibat hilang kendali pada perilaku seksual. Pendiri sekolah gratis untuk anak yatim piatu dan duafa, Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) itu memperkosa muridnya sendiri.
"Kontrol diri pertama-tama dibangun lewat aturan dan norma dari lingkungan dan perlahan berkembang dari sisi pengendalian diri secara internal. Dari segi pelaku, salah satu asumsinya adalah ketidakmampuan atau kekeliruan dalam mengendalikan dorongan dalam dirinya," ujar Nabila kepada Medcom.id, Senin, 11Juli 2022.
Nabila menyebut wujud pelarian dari kebutuhan tersebut ialah melampiaskan pada individu yang dipersepsikan lebih lemah dari dirinya. Dalam kasus Julianto, korban merupakan siswa SPI.
Sebelumnya, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menegaskan perilaku Julianto ialah pelanggaran. Julianto dinilai telah mencabut hak anak dalam pendidikan.
"Ini adalah gunung es pelanggaran hak anak di institusi pendidikan," ujar Ubaid.
Dia menyebut pemerintah harus memberikan fokus lebih besar pada kasus kekerasan seksual. Ubaid menilai sejauh ini pemerintah lebih memberi perhatian pada kasus kecil.
"Kasus kecil-kecil yang banyak disorot sementara problem strukturalnya tidak pernah diurai," tutur dia.
Baca juga: Kekerasan Seksual di Sekolah Mesti Diselesaikan Secara Struktural |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News