Ilustrasi: Medcom
Ilustrasi: Medcom

Solusi Atasi Pengangguran Gen Z ala Guru Besar UI

Antara • 17 Juli 2024 16:59
Depok:  Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Prof. Omas Bulan Samosir, Ph.D menawarkan solusi tingginya tingkat pengangguran penduduk muda berusia 15-24 tahun atau Generasi Z.  Untuk itu Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Omas Bulan Samosir menyodorkan solusi untuk mengatasi pengangguran tersebut. 
 
"Akibatnya, kompetensi lulusan tidak sejalan dengan kebutuhan pasar kerja saat ini," kata di Kampus UI, Rabu, 17 Juli 2024. 
 
Omas menyebut, dinamika pasar tenaga kerja berkembang lebih cepat dibandingkan dengan dinamika kapasitas input tenaga kerja.  Untuk itu, lembaga pendidikan selayaknya memberi bekal pengetahuan bagi angkatan kerja, namun sayangnya mereka seringkali tertinggal dalam merespons kebutuhan pasar.

Kurikulum yang dirancang boleh jadi tidak selalu diperbarui sesuai dengan perkembangan di dunia industri.  “Pengangguran itu berarti tidak atau berhenti berproduksi. Angkatan kerja yang menganggur saat ini, akan menjadi beban apabila terjadi pengangguran dalam skala besar ke depannya," katanya.
 
Akibatnya, Indonesia Emas akan berisiko tidak tercapai jika terdapat satu generasi yang menjadi sumbat pencapaian pembangunan. Sementara itu, angkatan kerja tersebut diharapkan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi untuk mencapai Indonesia Emas.
 
Dalam menangani permasalahan ini, pihak-pihak yang terlibat dapat berkolaborasi dan bersinergi, di antaranya adalah institusi pendidikan dan pelatihan vokasional, tenaga kerja, dan pemerintah.
 
Etos kerja juga harus dibangun untuk memastikan tenaga kerja siap menghadapi dinamika pasar kerja. Selain itu, institusi pendidikan perlu terus memperbarui kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan industri.
 
Seorang tenaga kerja harus proaktif dalam meningkatkan keterampilan. Di sisi lain, pemerintah harus berperan dalam mengembangkan kebijakan yang mendukung dunia pendidikan, misalnya memperbaharui kurikulum.
 
Kendati begitu, Prof. Omas berpendapat bahwa pendidikan formal saja tidak cukup. Sertifikasi vokasional dan pelatihan tambahan sangat diperlukan untuk melengkapi kompetensi lulusan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah menyadari pentingnya hal ini dengan mengakui sertifikat vokasional sebagai bagian dari human capital yang dimiliki oleh pencari kerja.
 
“Semakin banyak sertifikat yang dimiliki seorang pelamar kerja, semakin baik peluang mereka untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja yang terus berubah," ujar Omas.
 
Ia menambahkan, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah bentuk formal dari pendidikan vokasi. Dunia pendidikan masih membutuhkan keahlian vokasional melalui sekolah kejuruan dan tetap relevan untuk menghasilkan angkatan kerja yang kompeten dalam industri.
 
Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperluas koneksi langsung antara SMK dengan dunia industri sehingga dapat terlibat dalam membangun kurikulum SMK secara berkala. “Seharusnya industri dapat langsung bekerja sama dengan sekolah kejuruan dalam membuat atau sebagai manufaktur spare part dari industrinya," katanya.
 
Sebagai contoh, industri sepeda BMW di Jerman, manufaktur spare part dari sepeda BMW diserahkan kepada sekolah kejuruan dengan cara melatih sekolah kejuruan untuk membuatnya dan harga yang ditawarkan adalah harga pasar.
 
"Siswa sekolah kejuruan langsung mendapat gaji ketika membuatnya. Namun, Indonesia belum melaksanakan hal dan kerja sama seperti ini, dan dunia pendidikan vokasi kita masih jauh dan sangat jauh dari dunia manufaktur/industri,” ujar Omas.
 

Baca juga:  Ketua Dewan Guru Besar IPB: Gelar Guru Besar Mesti Diperoleh Sesuai Aturan!

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan