Ramdhani mengatakan, hari ini pondok pesantren menghadapi tantangan bagaimana mengisi media sosial dan perangkat digital sebagai ruang untuk memanusiakan manusia. Pesan ini disampaikan M Ali Ramdhani saat memberi sambutan pada “Transformasi dan Penguatan Layanan Data Pesantren dan Pendidikan Keagamaan Islam”. Ramdhani mengatakan, kegiatan ini pada dasarnya merupakan bagian dari Program Transformasi Digital sebagai program prioritas Kementerian Agama yang telah dicanangkan oleh Menteri Agama Gus Yaqut Cholil Qoumas.
“Berdasarkan perjalanan historis yang panjang, pesantren senantiasa mampu beradaptasi dengan berbagai dinamika perubahan. Maka, dunia pesantren jangan sampai menjadi lembaga yang dilindas oleh dinamika zaman,” ujar Guru Besar UIN Bandung itu.
Ramdhani menjelaskan, makna sebuah teknologi dianalogikan sebilah pisau, ketika digunakan oleh penjahat maka akan bernilai jahat. Sebaliknya, jika pisau digunakan oleh orang yang mengabdi di masyarakat, maka pisau tersebut akan bernilai baik.
“Hadirnya internet, maka kita akan menyebut sebagai perangkat (washilah), sedangkan tujuan (ghayah) dari pendidikan kita adalah memanusiakan manusia. Maka washilah hari ini ada perangkat baru yang bisa digunakan oleh pesantren,” jelasnya.
Dhani, panggilan akrabnya, menyebutkan bahwa kehidupan harus selaras dengan dinamika zaman. Ia menyoroti, Youtube dahulu menjadi perangkat yang digunakan untuk mempromosikan lagu dan teater.
Menurut Dhani, karena banyak penggunanya, kemudian ulama-ulama menilai tidak ada salahnya menggunakan YouTube sebagai media dakwah. “Hal yang sama perah dilakukan oleh Wali Songo yang menggunakan lakon-lakon wayang untuk mengenalkan agama Islam,” terang Dhani.
Pihaknya berharap, kemampuan pesantren dalam beradaptasi dengan teknologi tetap terjaga. Salah satu indikatornya adalah penyelenggaraan pesantren terintegrasi dengan berbagai perkembangan teknologi.
“Sejatinya kehadiran teknologi menjadi perangkat yang tidak terpisahkan bagi pesantren dalam menjalankan seluruh fungsinya, yakni pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat,” harapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Dirjen Pendis juga mengungkapkan betapa negeri ini berutang banyak kepada pesantren sebagai soko guru terbentuknya Republik Indonesia. Jauh sebelum kemerdekaan, bangsa Indonesia tidak memperoleh akses pendidikan, karena pendidikan formal saat itu menjadi kemewahan dan hanya kelompok tertentu yang bisa mengakses pendidikan. Sedangkan pesantren saat itu sudah hadir dengan pendidikan yang khas.
“Maka, izinkan saya menyampaikan apresiasi ini atas eksistensi pesantren ke bangsa kita,” ucapnya di hadapan ratusan peserta perwakilan dari berbagai pesantren.
Baca juga: Kemenag Promosikan Moderasi Beragama di Jepang, Sasar Sekolah hingga Kampus |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News