Ilustrasi internet. Medcom
Ilustrasi internet. Medcom

Apa Itu FOPO? Pengertian, Dampak, dan Cara Mengatasi

Renatha Swasty • 18 Mei 2023 16:13
Jakarta: Perkembangan media sosial dan mudahnya orangnya memberikan pendapat tanpa filter membuat sebagian orang mengalami FOPO atau Fear of Other People’s Opinions. Ketakutan terhadap pendapat orang lain ini bisa sangat mengganggu kehidupan bila muncul terus menerus.
 
Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), T Novi Poespita Candra, mengatakan saat ini FOPO telah menjadi fenomena di masyarakat Tanah Air. Bahkan, beberapa waktu terakhir fenomena FOPO menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat.
 
“Ditambah dengan penggunaan media sosial menjadi salah satu pemicu orang-orang mengalami FOPO. Melalui media sosial ini pendapat orang semakin terbuka, imagenya terbuka, meskipun ada beberapa orang yang memang selalu khawatir dengan pendapat orang sejak dulu,” kata Novi dikutip dari laman ugm.ac.id, Kamis, 18 Mei 2023.

Novi menjelaskan di Indonesia, FOPO dibentuk oleh budaya dan pendidikan. Budaya feodalisme dan konfromitas yang masih lekat di masyarakat berkontribusi kuat terhadap terbentuknya FOPO pada manusia-manusia Indonesia.
 
“Budaya feodal misalnya senior mengatur persepsi publik ini. Lalu, soal konfromitas, dari kecil anak-anak diajari punya pemikiran selalu sama, jika berbeda sedikit saja akan dibilang aneh karena sudah dibiasakan dengan keseragaman,” tutur dia.
 
Dosen Fakultas Psikologi UGM ini menyebut karena pendidikan yang ada menyeragamkan semua individu, pada akhirnya menjadikan manusia-manusia Indonesia lebih mementingkan pendapat atau pikiran orang lain tentang dirinya dibandingkan dengan pendapatnya sendiri akan dirinya.
 
Ditambah, keberadaan media sosial di mana image atau perspektif seseorang dibentuk oleh platrform ini. Misalnya, banyak diskusi dan obrolan terkait parameter kesuksesan bagi anak muda.
 
Anak muda dianggap sukses bila di usia 20-an tahun sudah memiliki penghasilan atau usaha sendiri. Wacana di media sosial tersebut membuat orang mulai membandingkan dirinya.
 
“Akhirnya membandingkan dirinya, sudah usia 30 tahun tetapi belum ada bisnis sendiri dan akhirnya mulai insecure karena hidup tidak sesuai harapan kebanyakan orang,” ucap dia.
 
Novi menyebut kondisi ini terjadi karena seseorang belum memiliki kesadaran akan identitas diri sendiri. Di usia remaja seseorang harus mengenal dirinya.
 
Apabila diberikan ruang untuk mengenal dirinya akan memiliki kesadaran diri terhadap dirinya. Apabila kesadaran diri ini sudah dimiliki, identitas diri bisa terbentuk baik sehingga tidak akan cemas pendapat orang lain dan tidak takut berbeda.
 
“Rata-rata orang Indonesa sekarang mengalami FOPO, takut dinilai jelek, salah, dan gagal,” kata dia.
 
Novi menyampaikan ketakutan akan pendapat orang lain ini terus berlanjut bisa mengakibatkan gangguan kecemasan sosial. Kondisi tersebut bisa memunculkan dampak negatif bagi kesehatan mental seperti mudah stres apabila mengalami kegagalan.
 
Selain itu, juga menjadikan seseorang tidak mengetahui yang menjadi keinginan diri karena semua yang dilakukan untuk memenuhi harapan publik. Novi menyebut agar seseorang tidak menjadi FOPO dimulai dari pendidikan di rumah dan sekolah.
 
Ekosistem pendidikan dibuat agar anak-anak bisa tumbuh dengan percaya diri. Apabila anak-anak memiliki rasa percaya diri yang baik akan tumbuh menjadi pribadi yang utuh dan mandiri.
 
Sebaliknya, bila anak tidak memiliki rasa percaya diri yang baik sebagian hidupnya dipenuhi emosi negatif seperti malu, cemas, khawatir, tidak ada harapan, dan lainnya. “Kalau punya energi percaya diri yang bagus tidak akan mudah cemas/FOMO. Karenanya harus dibentuk ekosistem yang menumbuhkan kepercayaan diri dengan memberikan ruang-ruang bagi keunikan setiap manusia,” papar dia.
 
Nah, apabila sudah terlanjur FOPO dengan kecemasan yang dirasakan belum terlalu berat bisa mengatasinya melalui pendekatan kognitif yakni diajak berdialog. Misalnya, berdialog terkait mengapa tidak berani memutuskan, efeknya apa, manfaat maupun kerugian jika seperti itu dan lainnya.
 
Novi menyebut dengan adanya dialog bisa membantu cara berpikir dan akan mendorong cara seseorang dalam bersikap. Lalu, banyak beraktivitas. Semakin banyak kegiatan positif akan mengurangi kecemasan yang dihadapi.
 
“Jika sudah merasa parah sampai traumatik, maka segera hubungi profesional seperti psikolog maupun konselor,” tutur dia.
 
Baca juga: Awas Krisis Identitas Generasi Muda! Ini Faktor untuk Menjaga Kesehatan Mental

 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id  
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan