"Ada kata urgency, saya sangat setuju dengan kata urgency ini. Ibu Bapak semua tadi sampaikan ucapan terima kasih untuk IPP (Institute of Public Policy) Pak Salvatore yang tadi memberikan sambutan dalam konteks Indonesia emas. Indonesia akan menjadi emas kalau kita semua juga menjadi emas, khususnya universitas harus emas," kata Yuda dalam Diskusi Publik Urgensi Pendidikan Lanjutan Kebijakan Publik di Indonesia di Kampus Semanggi, Rabu, 29 Oktober 2025.
Yuda menyoroti, selama ini banyak permasalahan kebijakan yang dihadapi Indonesia kurang didukung aspek evidence yang memadai. Kondisi ini bukan persoalan baru, melainkan sudah terjadi dalam perjalanan waktu yang cukup lama hingga saat ini.
"Banyak permasalahan yang bukan untuk hari esok. Tetapi dari proses perjalanan yang ada sampai saat ini, itu seringkali dihadapkan pada aspek-aspek kebijakan yang kurang dari aspek evidence-nya. Dan di sinilah penting satu proses pendidikan berkelanjutan, khususnya dalam konteks kebijakan publik," kata dia.
Yuda pun menjelaskan kebijakan publik adalah bidang yang bersifat lintasdisiplin ilmu. Pendekatan multidisiplin ini menurutnya sangat diperlukan untuk menghadapi kondisi kompleks yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia.
“Saya percaya di ruangan ini banyak pakar-pakarnya gitu ya. Dan bicara kebijakan publik, tentunya bicara yang sifatnya lintas disiplin. Apalagi menghadapi kondisi yang kompleks yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia,” jelasnya.
Sebagai research university, Yuda menekankan Unika Atma Jaya tidak hanya menghasilkan produk-produk teknologi, tetapi juga produk kebijakan. Produk kebijakan yang dihasilkan harus didukung dan disampaikan dengan evidence yang kuat, dan di situlah peran penting universitas.
“Kita semua di sini harus menjadi emas, dalam konteks Unika Atma Jaya menjadi emas. Unika Atma Jaya itu menjadi satu riset university yang menghasilkan produk-produk yang bukan hanya bicara teknologi tetapi juga sesuatu yang penting produk-produk policy. Berbicara produk policy tentu harus didukung dan disampaikan oleh evidence yang kuat,” tutur dia
Magister Kebijakan Publik
Pada kesempatan tersebut, Yuda mengungkapkan kabar menggembirakan bahwa Unika Atma Jaya tengah memproses penyelenggaraan program pendidikan berkelanjutan Magister Kebijakan Publik. Program ini diharapkan bisa menjawab kebutuhan akan tenaga analis kebijakan yang kompeten dan berbasis riset di Indonesia.“Jadi sekali lagi saya bersyukur dan terima kasih untuk acara ini yang disenggarakan oleh panitia dan mudah-mudahan mohon doa juga dalam waktu dekat Universitas Atma Jaya kita akan menyelenggarakan pendidikan berkelanjutan magister kebijakan publik yang sedang berproses," ujar Yuda.
Dalam kesempatan yang sama, Founder dan CEO Think Policy, Andhyta F. Utami (Afutami) menyebutkan, kebijakan publik memiliki tiga tanggung jawab mendasar yang harus disadari pemerintah. Menurutnya, kesadaran akan tiga tanggung jawab ini merupakan kunci agar kebijakan di Indonesia lebih berbasis keahlian dan bukti, bukan sekadar posisi atau kepentingan politik.
"Yang paling mendasar itu menyadari bahwa kebijakan publik itu punya tiga tanggung jawab," kata Afutami saat diwawancarai usai Diskusi Publik " sebut Afutami.
Afutami menjelaskan tanggung jawab pertama terkait keterbatasan sumber daya. Menurutnya, pemerintah tidak boleh buang-buang sumber daya dengan mengambil keputusan yang tidak berdasarkan bukti. Jika hal itu terjadi, sumber daya yang sangat terbatas akan terbuang sia-sia.
"Satu, karena sumber dayanya terbatas jadi nggak boleh buang-buang sumber daya. Jadi nggak boleh ngambil keputusan tidak berdasarkan bukti, karena nanti sumber daya itu yang sangat terbatas itu jadi terbuang," jelas dia.
Tanggung jawab kedua adalah aspek irreversibility atau ketidakmampuan memutarbalikkan keputusan. Ia menekankan begitu keputusan kebijakan diambil dan tidak bisa diputarbalik, konsekuensinya akan menjadi sangat besar bagi masyarakat.
"Kedua dari aspek irreversibility-nya. Jadi begitu ngambil keputusan kalau tidak bisa diputarbalik kan konsekuensinya jadi besar," ungkapnya. Selanjutnya tanggung jawab ketiga, yakni tanggung jawab moral. Afutami mengingatkan bahwa anggaran kebijakan berasal dari uang rakyat dan pemerintah dipilih oleh rakyat, sehingga ada kewajiban moral untuk membuat keputusan terbaik.
"Terakhir karena ada tanggung jawab moral. Karena ini uangnya rakyat, dipilih oleh rakyat dan seterusnya," kata dia. (Bramcov Stivens Situmeang)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id