Ia menilai pengenaan pajak tersebut dipaksakan justru akan memperburuk capaian akses perguruan tinggi dan semakin membuat Indonesia tertinggal jauh dengan negara ASEAN lainnya.
“Pendidikan merupakan investasi jangka panjang dan tidak seharusnya dijadikan objek pajak. Kalau saja kebocoran dan korupsi dapat ditekan, maka lebih dari cukup untuk pembiayaan investasi sumber daya manusia. Jika kita abai terhadap sektor pendidikan maka hanya masalah waktu saja kita justru akan makin terpuruk,” kata Agus dikutip dari laman ugm.ac.id, Senin, 23 Desember 2024.
Agus menilai pengenaan PPN 12% terhadap pendidikan bertaraf internasional tidak tepat sasaran mengingat pemerintah gencar mendorong pendidikan di Indonesia memiliki kualitas bertaraf internasional. Di sisi lain, saat ini ada berbagai Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN BH) yang telah lama mengembangkan International Undergraduate Program (IUP).
Program ini tidak saja menyumbangkan pembiayaan bagi PTN BH, tetapi juga mampu menarik minat student exchange dari negara lain. “Melalui IUP PTN BH mampu memberikan subsidi silang bagi anak-anak dari keluarga yang secara ekonomi kurang mampu sehingga mereka mendapatkan akses pendidikan tinggi,” ungkap dia.
Baca juga: 8 Negara dengan PPN di Atas 12% Tapi Pendidikan Gratis, Minat Studi ke Sini? |
Agus menyampaikan kehadiran mahasiswa asing di PTN BH juga memiliki peran strategis dalam jangka panjang. Antara lain mendorong ekspor layanan pendidikan yang berpotensi melahirkan Indonesianis yang memainkan peran penting dalam membangun hubungan bilateral antar negara.
Deputi Bidang Pendidikan dan Agama, Kemenkokesra periode tahun 2010-2014 dan Deputi Bidang Pendidikan dan Agama, Kemenko PMK periode 2014-2021 ini menilai pengenaan pajak di sektor pendidikan ini waktu yang kurang tepat. Terlebih, melihat tantangan terhadap akses pendidikan di Tanah Air yang masih terbatas.
Pasalnya, Data Badan Pusat Statistik (BP) memproyeksikan populasi penduduk usia 19-23 tahun mencapai 27,39 juta jiwa di tahun 2025. Sementara itu, angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi ditargetkan sebesar 35%.
Artinya, jumlah mahasiswa akan mencapai 9,58 juta. Jumlah tersebut menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas akses pendidikan untuk 1,27 juta mahasiswa.
“Pertanyaan mendasar adalah mengapa pada saat pemerintah kesulitan meningkatkan akses justru berencana menambah beban berupa PPN 12%? Belum lagi berbicara bagaimana mengatasi luaran pendidikan yang tidak mampu diserap industri,” tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News