Dokter Spesialis Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia—Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI—RSCM), Mulya Rahma Karyanti, menyebut KLB campak yang telah ditetapkan ini berkaitan dengan cakupan imunisasi dasar lengkap bayi yang menurun drastis selama masa pandemi covid-19.
“Hal ini diakibatkan kekhawatiran orang tua membawa anaknya ke fasilitas kesehatan karena takut tertular covid-19. Selain itu, beberapa fasilitas kesehatan penyedia layanan vaksinasi juga dibatasi aktivitasnya di awal masa pandemi,” ujar Karyanti dalam keterangan tertulis, Jumat, 27 Januari 2023.
Anggota Komite Ahli Verifikasi Nasional Eliminasi Campak dan Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS) itu mengungkapkan cara memutuskan mata rantai penularan penyakit campak. Salah satunya, cakupan imunisasi minimal 95 persen.
Data Kemenkes RI (2022) mencatat pada 2020 dan 2021 cakupan imunisasi dasar lengkap anak hanya mencapai 84 persen. Dari data tersebut, kejadian luar biasa campak yang terjadi pada anak-anak sebagian besar tidak pernah diimunisasi.
“Imunisasi dengan vaksin campak merupakan cara pencegahan terbaik dari penyakit campak. Cakupan imunisasi yang tinggi bukan hanya melindungi individu yang mendapatkan vaksin tersebut, tetapi juga dapat melindungi orang di sekitarnya sehingga terbentuk herd-immunity," tutur Karyanti.
Dia menjelaskan imunisasi campak merupakan bagian dari program imunisasi pemerintah dengan menggunakan vaksin campak rubela atau measles rubella (MR) yang dapat diberikan pada anak mulai usia 9 bulan. Pada seseorang yang belum pernah mendapatkan vaksinasi campak lalu terpapar penyakit campak, pemberian vaksin campak dalam 72 jam setelah terpapar dapat mencegah terjadinya penyakit campak.
Karyanti menyampaikan penyakit campak paling sering ditemukan pada bayi usia di bawah satu tahun, remaja, dan orang dewasa yang tidak mendapatkan imunisasi campak secara adekuat. Selain itu, seseorang yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (imunokompromais) akibat penyakit kronik atau pengobatan yang menekan daya tahan tubuh (steroid jangka panjang, kemoterapi, atau immunoglobulin) juga rentan terhadap penyakit campak.
“Penularan campak terjadi melalui airborne atau udara dari seseorang yang terkena penyakit campak dari empat hari sebelum gejala hingga empat hari setelah munculnya ruam," tutur dia.
Karyanti menuturkan seseorang dapat mengalami campak karena belum terlindungi antibodi terhadap campak yang bisa didapatkan dari imunisasi. Pada seseorang yang telah mendapatkan vaksin campak, respons tubuh yang inadekuat terhadap vaksin-tidak dapat membentuk antibodi yang adekuat untuk melawan campak- serta imunitas yang menurun dapat menyebabkan seseorang terkena penyakit campak.
Ketika seseorang terinfeksi campak, terdapat gejala campak yang terbagi menjadi tiga tahap. Pertama, tahap prodromal yang ditandai dengan demam, batuk, pilek, nyeri menelan, sariawan, mata merah selama 2-3 hari, dan diare.
Kedua, tahap erupsi yakni munculnya ruam kemerahan pada bagian mulai dari batas rambut di belakang telinga yang menyebar ke wajah, leher, dan tangan atau kaki selama 5-6 hari. Terakhir, tahap penyembuhan saat ruam hilang sesuai urutan kemunculannya menjadi berwarna kehitaman dan mengelupas yang akan hilang dalam 1-2 minggu.
Karyati menyebut campak dapat sangat berbahaya bila terjadi komplikasi. Dia mengatakan komplikasi tersebut, seperti ensefalopati/ensefalitis (radang otak) yang ditandai dengan kejang atau penurunan kesadaran, bronkopneumonia (radang paru) yang ditandai dengan sesak napas, enteritis (radang saluran pencernaan) yang ditandai dengan diare sampai dehidrasi berat, dan infeksi telinga bagian tengah.
“Penanganan penyakit campak bersifat suportif seperti asupan cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin A. Pada kasus dengan komplikasi dapat diberikan antibiotik jika ada indikasi infeksi sekunder bakteri atau memerlukan perawatan di rumah sakit," tutur dia.
Seseorang yang terkena penyakit campak juga sangat cepat menularkan virus campak melalui udara empat hari sebelum hingga empat hari setelah munculnya ruam melalui udara. Sehingga, perlu dilakukan isolasi baik mandiri di rumah atau rumah sakit.
Baca juga: Menkes Akui Melonjaknya Kasus Campak Dampak Pemerintah Sibuk Tangani Covid-19 |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News