Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemendikbud, Hamid Muhammad mengatakan, bahwa pihaknya bekerjasama dengan tim Search and Rescue (SAR), dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lombok, NTB tengah melakukan identifikasi sekolah-sekolah yang rusak terdampak gempa.
"Termasuk juga berapa siswa yang meninggal, datanya belum final, sekarang kan masih tanggap darurat," kata Hamid di Gedung Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Selasa, 7 Agustus 2018.
Berdasarkan laporan tim di lapangan, jumlah sekolah rusak yang teridentifikasi di tahap pertama sebanyak 60 sekolah. Kemudian terus bertambah, hingga Senin malam, 6 Agustus 2018 jumlah sekolah rusak sudah mencapai 299 unit sekolah.
"Sudah 299 sekolah rusak mulai dari TK," kata Hamid.
Baca: UNS Kirim Tim SAR dan Medis ke Lombok
Saat ini, Kemendikbud akan menambah jumlah tenda belajar sebagai sekolah darurat untuk menampung siswa-siswa yang sekolahnya rusak. "Pertama itu sudah kita kirim 25 tenda belajar, akan dikirim lagi sisanya sesuai kebutuhan," sebut Hamid.
Hamid mengimbau, agar sekolah-sekolah yang sudah mengalami kerusakan meski belum sampai roboh untuk tidak digunakan lagi. "Jadi sekolah yang tidak bisa dipakai, enggak boleh dipakai, harus dibangun tenda belajar," imbau Hamid.
Hamid mengatakan, sejumlah sekolah di 240 daerah rawan gempa juga akan dibangun dengan menggunakan standar bangunan tahan gempa. "Kita sudah punya standar membangun gedung sekolah, dulu kerja sama dengan Unicef, World Bank, sebenarnya sudah mengidentifiksi 240 daerah rawan gempa, sehingga di situ harus dibangun standar bangunan tahan gempa," papar Hamid.
Sebelumnya, Gempa berkekuatan 7,0 SR mengguncang Lombok, Minggu, 5 Agustus 2018, pukul 18.46 WIB. Bencana terjadi satu minggu setelah gempa sebelumnya berkekuatan 5,4 SR juga mengguncang Lombok.
Guncangan gempa meliputi wilayah kepulauan Lombok, Bali, bahkan terasa sampai hingga timur Pulau Jawa. Titik gempa diketahui berada di 18 kilometer barat laut Lombok Timur di kedalaman 15 kilometer.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News