Ilustrasi Medcom.id.
Ilustrasi Medcom.id.

Mengenal Deepfake: Pengertian, Cara Kerja, dan Bahayanya

Renatha Swasty • 22 Februari 2024 14:42
Jakarta: Beberapa waktu terakhir marak muncul konten manipulasi foto atau video dengan AI (Artificial Intellegence). Misalnya di aplikasi X, tidak sedikit orang mengakui dirinya pernah menjadi korban manipulasi foto, dari foto berbusana menjadi tak berbusana.
 
Teknik memanipulasi gambar atau video dengan AI sehingga tercipta konten baru yang terlihat asli dan menyakinkan itu disebut Deepfake. Yuk kita kenalan dengan deepfake.
 
Dosen Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) Universitas Airlangga (Unair) Aziz Fajar menjelaskan deepfake merupakan salah satu aplikasi dari model AI yang kerap digunakan untuk mengubah piksel pada gambar.

“Dengan mengubah nilai piksel pada gambar, maka gambar hasil modifikasi akan berbeda dengan gambar aslinya,” jelas Aziz dikutip dari laman unair.ac.id, Kamis, 22 Februari 2024.
 
Dosen program studi sains data itu menyampaikan aplikasi AI mampu mengubah tampilan wajah. Sehingga, banyak disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
 
“Deepfake dapat digunakan untuk mengubah wajah seseorang. Sehingga dapat dimungkinkan pembuatan video atau gambar hoaks. Padahal, orang yang menjadi korban tidak pernah melakukannya,” tutur dia.
 
Fenomena gambar dan video palsu yang dibuat oleh AI tentu menjadi kekhawatiran publik, khususnya bagi mereka yang aktif bersosial media. Tidak jarang, korbannya mengalami stress karena mendapatkan reputasi buruk di lingkungan sosialnya.
 
Terlebih, kini masih banyak masyarakat yang mudah menerima informasi ‘mentah’ meski melalui sumber tidak kredibel. Dosen pengampu mata kuliah Machine Learning itu menyampaikan kini telah tersedia aplikasi yang dapat mendeteksi deepfake.
 
Salah satunya Microsoft’s Video Authenticator Tools. Aplikasi keluaran Microsoft itu dapat membantu kita mendeteksi foto dan video palsu yang tersebar.
 
“Dengan menggunakan software anti deepfake ini, dapat mengetahui foto atau video tersebut hasil deepfake atau bukan. Walaupun, ada kemungkinan software gagal mendeteksi adanya deepfake,” ujar dia.
 
Meski demikian, Aziz menyampaikan pengembangan AI detector yang lebih baik setiap harinya sangat diperlukan. Mengingat, deepfake pasti bakal terus berkembang ke depannya.
 
Dia menyebut suatu konten di masyarakat akan bernilai berbeda-beda. Karena itu, semuanya tetap bergantung pada pengguna.
 
“Pada akhirnya, tergantung pada konsumen media yang ada untuk mau dan mampu berpikir kritis, mencari tahu sumbernya atau langsung percaya begitu saja," tutur Aziz.
 
Baca juga: Wamenkominfo: 79% Masyarakat Sudah Terpapar Generative AI

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan