Lembaga pendidikan Muhammadiyah pada awal-awal pembentukan. DOK dikdasmenppmuhammadiyah.org
Lembaga pendidikan Muhammadiyah pada awal-awal pembentukan. DOK dikdasmenppmuhammadiyah.org

Jalan Panjang Muhammadiyah Terangi Pendidikan Indonesia

Renatha Swasty • 30 Agustus 2023 15:22
Jakarta: Satu abad lebih atau tepatnya hampir 111 tahun Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, berkontribusi bagi negara. Tak cuma membantu memperjuangkan kemerdekaan, tapi juga menerangi anak-anak Indonesia lewat pendidikan.
 
Muhammadiyah didirikan pada 18 November 1912. Sejak saat itu, tujuan utama pendirian Muhammadiyah ialah membantu perjuangan merebut kemerdekaan melalui pendidikan.
 
Kini, organisasi telah berkembang pesat dan turut terlibat dalam berbagai bidang, seperti sosial, politik, agama, kesehatan, dan pendidikan.

Bermula dari memberantas buta huruf

Haryono Kapitan dalam tulisannya di muhammadiyah.or.id, menyebut pada akhir abad ke-19 sampai abad ke-20 banyak dari kalangan masyarakat buta huruf. Mereka tidak dapat membaca dan menulis, hanya sebagian masyarakat dari golongan tertentu yang dapat melakukannya.

Hal tersebut disebabkan beberapa faktor, seperti yang dikemukakan Paulo Freire “Orang yang mengalami buta huruf disebabkan oleh dua hal, yaitu situasi dan kondisi yang memaksa dan hak melek hurufnya dirampas”.
 
Hal ini sangat relevan karena kondisi bangsa Indonesia masih terbelenggu oleh kolonialisme dan kurangnya kesadaran akan pentingnya melek huruf.
 
Persoalan lainnya, arus pendidikan mainstream, yaitu pesantren dan sekolah-sekolah Gubernemen (Pemerintah Belanda). Saat itu, pesantren melalui kiai banyak yang menolak segala sesuatu yang berasal dari Barat, termasuk huruf Latin karena dianggap sebagai produk non-Islam yang bisa membawa dampak buruk bagi ajaran Islam.
 
Sementara itu, sekolah-sekolah yang didirikan oleh Belanda sangat terbatas dan hanya diperuntukan bagi kelompok masyarakat kelas menengah ke atas (elite).
 
Pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan, lalu bergerak mendobrak arus pendidikan mainstream. Dia mengolaborasikan pengetahuan Islam dengan pengetahuan umum, termasuk mempelajari huruf Latin sebagai misi memberantas buta huruf.

Mengkritik kebijakan Ordonansi Guru

Farid Setiawan (2020) mencatat pemerintah Belanda pernah mengeluarkan kebijakan melalui Staatsblad Nomor 550 tentang Pengajaran Agama Islam atau dikenal dengan Ordonansi Guru. Kebijakan itu disusun di Bogor pada 2 November 1905 dan disahkan oleh J.B van Heutsz sebagai Gubernur Jendral dan De Groot sebagai Sekretaris.
 
Kebijakan itu sangat tidak berpihak pada umat Islam. Belanda sengaja mengeluarkan kebijakan tersebut sebagai upaya melanggengkan kekuasaannya di negeri jajahan.
 
Sebab, Belanda melihat membiarkan penyelenggaraan pendidikan Islam yang menggurita dapat menjadi ancaman serius bagi eksistensinya di bumi jajahan. Kebijakan Ordonansi Guru untuk membatasi ruang gerak pendidikan Islam dan diawasi ketat.
 
Alasan Belanda mengambil langkah itu lantaran fakta sejarah, sebagian besar perlawanan terhadap Belanda oleh masyarakat diinisiasi oleh lembaga pendidikan Islam atau Pesantren.
 
Mulanya, kebijakan itu tidak mendapat respons dari kalangan umat Islam. Namun, seiring berjalannya waktu, Muhammadiyah sadar dan kritis mulai merasakan dampak dari pemberlakuan Ordonansi Guru.
 
Puncak penolakan Muhammadiyah terhadap Ordonansi Guru terjadi pada kepemimpinan K.H. Ibrahim dan wakil 1-nya, H. Fachroddin. Dia menjadi aktor paling lantang menolak kebijakan Ordonansi Guru.
 
Fachroddin melihat kebijakan tersebut sangat merugikan umat Islam, khususnya sektor pendidikan. Puncaknya pada 1920, Fachroddin bertemu beberapa guru agama Islam dari sekolah/madrasah Muhammadiyah yang tidak dapat menyiarkan agama Islam secara bebas karena harus mendapat persetujuan dan izin resmi dari pemerintah kolonial Belanda.
 
Sejak saat itu, Fachroddin melalui berbagai forum umat Islam dan media cetak selalu mengampanyekan tuntutan untuk mencabut kebijakan Ordonansi Guru. Pada rapat tertutup (Komisi) 30 maret 1923 dan rapat terbuka (Pleno) 1 April 1923, Muhammadiyah resmi memutuskan Ordonansi Guru dicabut dengan mengeluarkan pernyataan sikap atau yang dikenal dengan “Motie Perserikatan”.

Perjuangan tak padam

Perjuangan Muhammadiyah di jalan pendidikan masih terus berlanjut. Saat ini, spirit perjuangan Muhammadiyah adalah menjaga keutuhan dan memajukan bangsa.
 
Muhammadiyah konsisten menjalankan perintah UUD 1945 “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Tercatat, Muhammadiyah telah mendirikan banyak lembaga pendidikan hampir di seluruh wilayah Indonesia berjumlah total 3.334.
 
Rinciannya, SD 1.904, SMP 1.128, SMA 558, SMK 554, dan perguruan tinggi berjumlah 172, yang terdiri atas 83 universitas, 28 institut, 54 sekolah tinggi, 6 politeknik, dan 1 akademi.
 
Perjalanan Muhammadiyah menerangi anak-anak Indonesia dengan pendidikan bukan proses tiba-tiba. Butuh jalan panjang dan berliku untuk sampa di titik saat ini.
 
Baca juga: Mengenal KH Hisyam: Peletak Fondasi Pendidikan Muhammadiyah

Kuliah di kampus favorit dengan beasiswa full kini bukan lagi mimpi, karena ada 426 Beasiswa Full dari 21 Kampus yang tersebar di berbagai kota Indonesia. Info lebih lanjut klik, osc.medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan