Kini, bisokop milik kelurga Lie tinggal kenangan yang bisa dilihat di Museum Bioskop Jambi di Jalan Tempoa. Sisa-sisa kejayaan masa lalu itu masih tersimpan, salah satunya poster film lukis.
Sekitar 1.000 poster film berukuran baliho dengan berbagai judul film tersimpan rapi. Warnanya tak pudar meski sudah pulahan tahun lalu dibuat.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Poster di sini dibuat dari tahun 1969-1999,” kata pengelola museum, Yusi, saat berbincang di Museum Bioskop Jambi, Jumat, 18 Maret 2023.

Poster film lukis dan tahun pembuatan bikinan keluarga Lie. Medcom.id/Renatha Swasty
Bisnis kelurga Lie dimuai dari Arwin Lie, anak pertama Lie Chong, pendatang dari Tiongkok di Jambi. Arwin mengambil alih biskop terbengkalai lantaran di Jambi saat itu belum ada bioskop.
Setelah diperbaiki, bioskop dibuka kembali dengan nama Mega. Setelah itu, usaha bioskop terus berkembang hingga keluarganya membuka bioskop-bioskop lain, seperti Duta, Murni, dan Ria pada 1970 hingga 1980-an.
Lalu, bioskop Presiden, Sumatera, Mayang dan Sitimang. Setelah itu Arwin Lie juga membuka bioskop di daerah, seperti Tembesi, Muara Tebo, Muara Bungo, Rantau Panjang, Bangko, Sarolangun, Kerinci, Sungai Penuh, Nipapanjang, Sabak, dan Kuala Tungkal.
Total, keluarga Lie mempunyai 20 bioskop. Usaha keluarga ini dijalankan bersama mulai dari hal terkecil, yakni poster film.

Ribuan poster film berbagai judul tersimpan rapi di Museum Bisokop Jambi, Jalan Tempoa. Medcom.id/Renatha Swasty
Keluarga Lie yang berjumlah 24 orang bahu membahu melukis sendiri poster film. Tak seperti zaman sekarang yang serba digital, dulu poster film dilukis di atas kanvas. Poster dilukis menggunakan cat.
Keluarga Lie yang berdarah seniman tak memerlukan waktu lama untuk melukis satu poster. “Satu minggu kalau lukis poster itu, karena kan dibikin ramai-ramai sama keluarga,” cerita Yusi.
Keluarga Lie bakal mendapat contoh poster yang dikeluarkan oleh rumah produksi lalu melukis sebanyak jaringan bioskop yang dimiliki. Tak heran, poster yang satu dan yang lain dengan judul sama bisa sedikit berbeda.
Mereka juga mesti membuat poster berbagai ukuran untuk keperluan iklan, termasuk melukis seukuran baliho. Setelah kurang lebih 20 tahun, keluarga Lie tak lagi melukis poster film.
Tepatnya pada 2000 saat poster sudah bisa didigitalisasi.
Kejayaan biskop keluarga Lie juga perlahan hilang lantaran pengunjung terus menurun akibat kalah saing dengan video kaset. Akhirnya, pada 2010 bioskop terakhir, yakni Presiden ditutup.
Meski sudah tak ada lagi, kenangan kejayaan masa lalu itu masih terus dirawat. Keluarga Lie sengaja membuat museum untuk mengumpulkan barang-barang di bisokop.

Proyektor film milk keluarga Lie. Medcom.id/Renatha Swasty
Proyektor, layar, bangku bioskop, roll film, tiket bioskop, seragam petugas, hingga poster film lukis masih tersimpan dengan baik. Yang paling ikonik tentu saja poster film lukis.
Keluarga Lie selalu merawat poster lukis. Mereka masih menyimpan poster yang dibuat sejak 1960-an.
“Setiap dua minggu dibentangkan, dibersihkan yang kotor-kotor, kalau ada rayap di pisahkan,” beber Yusi.

Poster film bioskop seukurang baliho yang dilukis di atas kanvas bikinan keluarga Lie. Medcom.id/Renatha Swasty
Perawatan yang apik itu membuat kondisi poster masih baik. Yusi mengaku hampir tidak ada poster yang rusak.
Kecintaan dan ketekunan keluarga Lie merawat barang-barang di bioskop membuat perjalanan perfilman Tanah Air khususnya di Jambi bisa diketahui berpuluh tahun kemudian. Hal ini juga mesti menjadi pengingat untuk terus merawat sejarah agar bukti-bukti peradaban tetap abadi.
Baca juga: Skenario Terpilih Program Indonesiana, Tulang Belulang Tulang Bakal Diproduksi Jadi Film |
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id