“Uji toksisitas kronis memerlukan waktu bisa sampai satu tahun. Ketersediaan hewan uji juga sangat terbatas, peneliti harus antre panjang untuk memesan hewan uji untuk kepentingan penelitian,” kata Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Eti Nurwening Sholikhah dikutip dari laman ugm.ac.id, Senin, 13 Februari 2023.
Eti menjelaskan dalam tahapan pengembangan obat, salah satu upaya menilai keamanan atau bahan obat adalah melalui uji toksisitas. Pengujian ini memainkan peranan penting dalam mengidentifikasi potensi efek samping yang disebabkan oleh bahan uji.
Dia menyebut meskipun terdapat upaya meniadakan penggunaan hewan dalam pengujian serta terjadi peningkatan jumlah penelitian yang menggunakan model in vitro dan komputasi, hewan masih digunakan secara luas untuk penelitian dan pengujian toksikologi.
“Uji toksisitas menggunakan hewan uji sebagai model berguna untuk melihat adanya reaksi biokimia, fisiologik, dan patologik pada manusia terhadap suatu sediaan uji,” papar dia.
Eti memaparkan untuk memenuhi aspek etik dan menjaga kesejahteraan hewan uji, penggunaan hewan harus memenuhi prinsip 3R, yaitu reduction atau pengurangan jumlah hewan; replacement atau penggantian hewan dengan kultur sel, hewan dengan filogenetik lebih rendah, atau program komputer; serta refinement atau peminimalan rasa sakit dan stres.
Laboratorium hewan uji juga diharuskan menerapkan cara berlaboratorium hewan uji yang baik yang dapat mengacu pada The Guide for the Care and Use of Laboratory Animals yang terkini. Eti menyebut peningkatan jumlah fasilitas serta ketersediaan hewan uji yang memenuhi syarat perlu diupayakan. Selain itu, perlu dikembangkan model baru in vitro yang lebih dapat mewakili manusia sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Baca juga: Kanker Serviks Bisa Dicegah Lewat Vaksin HPV |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News