“Melindungi anak-anak Indonesia dari berbagai bentuk kekerasan adalah tanggung jawab semua pihak, tak hanya pemerintah,” ujar Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo, dalam keterangan tertulis, Senin, 2 Januari 2023.
Tiga dosa besar di pendidikan adalah istilah sekaligus bentuk pengakuan negara melalui Mendikbudristek Nadiem Makarim terkait berbagai bentuk kekerasan yang masih terjadi di dunia pendidikan. Kemendikbudristek juga serius menghapusnya dari dunia pendidikan dengan membentuk POKJA pencegahan dan penangganan kekerasan di pendidikan, yang lingkup kerjanya mulai jenjang PAUD sampai Perguruan Tinggi (PT).
FSGI mengapresiasi keberanian Nadiem mengakui tiga dosa besar di Pendidikan. FSGI juga mendukung kerja-kerja dan pencapaian POKJA tiga dosa besar di pendidikan satu tahun terakhir melalui sinergi Inspektorat KemendikbudRistek dengan Kementerian/Lembaga serta Organisasi Non Pemerintah lainnya.
“Sejauh ini tercatat sejumlah kasus kekerasan dan pelanggaran hak anak di pendidikan tertangani dengan baik oleh Pokja KemendikbudRistek, seperti kasus penggusuran SDN Pondok Cina 01 Kota Depok, kasus kekerasan terhadap anak di SMK Dirgantara Batam, kasus dugaan pemaksaan jilbab di SMAN 1 Banguntapan Bantul, dan masih banyak lagi," ujar Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti.
Kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan sepanjang 2022
FSGI mencatat kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan sampai pada proses hukum pada 2022 mencapai 17 kasus. Terjadi penurunan satu kasus dari tahun sebelumnya yang berjumlah 18.Berdasarkan jenjang pendidikan, kasus kekerasan terjadi di jenjang Sekolah Dasar (SD) 2 kasus, jenjang SMP 3 kasus, jenjang SMA 2 kasus, Pondok Pesantren 6 kasus, Madrasah tempat mengaji/tempat ibadah 3 kasus, dan 1 tempat kursus musik bagi anak usia TK dan SD. Rentang usia korban antara 5-17 tahun.
“Korban berjumlah 117 anak dengan rincian 16 anak laki-laki dan 101 anak perempuan. Sedangkan, pelaku total berjumlah 19 orang yang terdiri dari 14 guru, 1 pemilik pesantren, 1 anak pemilik pesantren, 1 staf perpustakaan, 1 calon pendeta, dan 1 kakak kelas korban," papar Retno yang juga Komisioner KPAI periode 2017-2022.
Adapun, rincian guru yang dimaksud, yakni guru pendidikan agama dan pembina ekskul, pembina OSIS, guru musik, guru kelas, guru ngaji, dan lainnya. Dari total 19 pelaku kekerasan seksual di satuan pendidikan, 73,68 persen berstatus guru.
Retno menyebut modus pelaku kekerasan seksual di satuan pendidikan, di antaranya mengisi tenaga dalam dengan cara memijat, memberikan ilmu sakti (Khodam), dalih mengajar fikih akil baliq dan cara bersuci, mengajak menonton film porno, mengancam korban dikeluarkan dari keanggotaan ekstrakurikuler. Lalu, melakukan pencabulan saat proses kegiatan pembelajaran, memaksa korban melakukan aktivitas seksual dalam ruangan kosong dan toilet satuan pendidikan, dalih tes kedewasaan dan kejujuran dalam pemilihan pengurus OSIS, pelaku mengirimkan konten pornografi melalui WhatsApp kepada anak/korban yang meminjam buku di perpustakaan, dan lannya.
Adapun wilayah kejadian terdiri dari Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur, Kota Bekasi dan Kota Depok (Provinsi Jawa Barat); Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang dan Kabupaten Kediri (Provinsi Jawa Timur); Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang (Provinsi Banten); Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang (Provinsi Jawa Tengah); Kabupaten Karimun (Provinsi Kepulauan Riau) dan kabupaten Alor (NTT).
Contoh kasus kekerasan seksual pada 2022, yakni pencabulan oknum staf perpustakaan berjenis kelamin laki-laki berinisial DP berusia 30 tahun. Sebanyak tiga orang menjadi korban, yaitu berinisial AC, AK, dan RH yang masih berusia 15 tahun.
Modus pelaku mengirimkan konten porno melalui WhatsApp kepada anak/korban yang menjadi target sasaran yang nomor whatsApp diperoleh saat korban meminjam buku.
Kasus kekerasan seksual yang menimbulkan jumlah korban terbesar 2022, yaitu mencapai 45 siswi bahkan 10 di antaranya diduga mengalami perkosaan, terjadi di salah satu SMPN di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Pelaku ialah oknum guru agama yang juga menjabat sebagai pembina OSIS.
“Modus pelaku terlibat aktif dalam seleksi pemilihan pengurus OSIS yang kemudian menggunakan dalih tes kejujuran dan kedewasaan untuk dapat melakukan kejahatan seksual pada 45 siswi yang mengikuti pemilihan pengurus OSIS tersebut, bahkan kejahatan seksual dilakukan di lingkungan sekolah,” ungkap Retno.
Kasus perundungan di satuan pendidikan sepanjang 2022
Pada 2022, ada sejumlah kasus perundungan berupa bully dan kekerasan fisik di dunia pendidikan. Baik oleh pendidik maupun sesama peserta didik, bahkan sampai korban meninggal dunia, seperti kematian salah satu santri di Ponpes Darussalam Gontor Ponorogo, Jawa Timur yang meninggal pada 22 Agustus 2022 karena diduga ada tindak kekerasan oleh kakak kelasnya.FSGI juga mencatat kematian peserta didik akibat perundungan di salah satu MTs Negeri di Kotamubagu, Sulawesi Utara pada Juni 2022. Siswa tersebut meninggal diduga mengalami perundungan fisik dari sembilan temannya.
“Bahkan, ada seorang santri di salah satu Ponpes di Rembang yang disiram pertalite dan dibakar kakak kelasnya saat sedang tidur, hingga korban mengalami luka bakar parah,” kata Retno.
Pada Januari 2022, seorang guru olahraga di salah satu SMPN di Kota Surabaya melakukan kekerasan terhadap siswanya di depan kelas saat pembelajaran, disaksikan oleh teman sekelasnya. Salah satu siswa di kelas tersebut tampak merekam kejadian tersebut dan videonya tersebar.
Video kekerasan guru tersebut kemudian viral di media sosial dan jadi bahan pembicaraan publik. Orang tua korban menyatakan anaknya mengalami tekanan, ada perubahan perilaku anaknya setelah mengalami kekerasan di sekolah.
Masih di Januari 2022, seorang guru SD Negeri di Buton, Sulawesi Tenggara dilaporkan ke polisi karena diduga menghukum belasan siswanya dengan menyuruh mereka makan sampah plastik. Sejumlah orang tua murid di sekolah tersebut mendatangi kantor Polres Buton untuk melaporkan guru berinisial MS.
Guru ini diduga menghukum 16 siswanya makan sampah plastik. Peristiwa ini terjadi saat MS yang tengah mengajar, mendengar keributan dari kelas sebelah tempat MS mengajar.
MS meminta murid untuk menunggu gurunya dengan tenang. Namun, karena anak-anak kembali ribut, MS menghukum 16 siswa dengan memakan sampah plastik. Sejumlah siswa korban mengalami trauma dan enggan masuk ke sekolah karena takut.
Februari 2022, beredar video seorang siswa SMPN di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur viral di media sosial. Siswa yang diketahui bernama IF (15) dihukum benturkan kepala ke tembok kelas oleh gurunya. Siswa kelas IX SMPN Satu Atap Nunkurus itu diperintah membenturkan kepala 100 kali ke tembok oleh guru mata pelajaran pendidikan jasmani, berinisial KL.
Selain itu, IF juga diperintah membersihkan WC dan saling cubit telinga dengan teman lain yang juga dihukum. Alasan guru menghukum karena siswanya tidak mengumpulkan kembali buku cetak. Kasus ini dilaporkan keluarga korban ke Kepolisian dan diproses hukum.
Maret 2022, Polres Pasuruan memeriksa 13 saksi terkait kasus dugaan penganiayaan dua pelajar salah satu SMP swasta berasrama. Sebanyak lima saksi di antaranya pelajar terduga pelaku penganiayaan.
Pemeriksaan terhadap 13 saksi tersebut dilakukan setelah petugas menerima laporan dugaan penganiayaan terhadap dua pelajar kelas 9 SMP Swasta, yakni DLH dan FG yang terjadi di asrama sekolah. Kepala Asrama Sekolah AB mengaku pihak sekolah awalnya tidak mengetahui kasus dugaan penganiayaan tersebut.
Korban diduga kuat mengalami penganiayaan oleh seniornya hingga mengalami luka cukup parah di punggungnya dan terdapat luka memar bekas pukulan dan sulutan rokok.
Mei 2022, Ms (10), seorang siswi SDN di Samarinda, Kalimantan Timur, diduga diusir gurunya dari ruang kelas saat ujian sedang berlangsung. Dia diusir karena tidak ikut kegiatan belajar mengajar saat online karena tidak memiliki telepon genggam dan seragam sekolah. Ms merupakan piatu, ibunya sudah meninggal dunia sementara ayahnya di penjara, Ms tinggal dengan tantenya.
Kekerasan fisik dan pembullyan masih terus terjadi di satuan pendidikan oleh pendidik dengan dalih mendisiplinkan. Apabila merujuk pada kasus-kasus perundungan yang terjadi sepanjang 2022, alasan guru mendisiplinkan dengan kekerasan yaitu peserta didik ribut saat di kelas, siswa tidak mengembalikan buku cetak yang dipinjamkan sekolah, siswa tidak bisa menjawab pertanyaan guru, dan siswa tidak ikut pembelajaran.
“Namun, pelaku perundungan di satuan pendidikan selama tahun 2022 lebih didominasi peserta didik terhadap peserta didik lainnya," ujar Retno.
Kasus intoleransi di satuan pendidikan sepanjang 2022
Pantauan FSGI, kondisi saat ini literasi dan moderasi beragama di dunia pendidikan masih belum cukup baik. Kondisi ini memberi kontribusi bagi terjadinya intoleransi, misalnya pelarangan dan pemaksaan pemakaian jilbab yang merupakan simbol dan identitas kepada pihak lain.FSGI mencatat sejak 2014 sampai 2022, kasus intoleransi di satuan pendidikan, seperti pelarangan peserta didik menggunakan jilbab atau penutup kepala sebanyak 6 kasus (2014-2022); pemaksaan (mewajibkan) peserta didik menggunakan jilbab/kerudung sejumlah 17 kasus (2017-2022); diskriminasi kesempatan peserta didik dari agama minoritas untuk menjadi Ketua OSIS ada 3 kasus (2020-2022); dan kewajiban salat dhuha sehingga sejumlah peserta didik perempuan harus membuka celana dalam untuk membuktikan benar sedang haid/menstruasi sejumlah 2 kasus (2022).
Kasus-kasus tersebut terjadi di Rokan Hulu (Riau), Banyuwangi (Jawa Timur), Sragen (Jawa Tengah), Bantul dan Gunung Kidul (Yogyakarta), Kota Padang (Sumatra Barat), Kota Tangsel (Banten), Kota Depok, Kabupaten Bogordan Kabupaten Bandung (Jawa Barat), Denpasar dan Singaraja (Bali), Maumere (NTT), Manokwari (Papua), dan DKI Jakarta.
Heru menegaskan sekolah negeri merupakan lembaga pendidikan formal yang dimiliki negara dan dioperasikan menggunakan anggaran negara secara langsung maupun tidak. Baik melalui APBD maupun APBN yang dihimpun dari pembayaran pajak yang disetorkan oleh seluruh warga negara yang beragam.
“Umumnya sekolah-sekolah negeri siswanya pasti beragam agama, suku, dan status sosial. Oleh karena itu kebijakan sekolah negeri juga harus menghargai keberagaman, tidak menyeragamkan,” tegas Heru.
Dia menyebut seharusnya tidak ada lagi sekolah-sekolah negeri yang memaksakan siswinya memakai jilbab. Sebab, hal itu bertentangan dengan kebhinekaan Indonesia yang mesti dijunjung, dirawat, dan dikokohkan.
Apalagi, kata Kepala SMPN di Jakarta, itu pendidikan secara prinsip harus berorientasi pada kepentingan siswa, nonkekerasan dari simbolik, verbal, hingga tindak kekerasan lainnya.
FSGI mendorong satuan pendidikan memberikan jaminan perlindungan dan rasa aman kepada semua anak. Hal itu sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di satuan pendidikan.
FSGI juga mendorong KemendikbudRistek, Kementerian Agama, dan Dinas-dinas Pendidikan bersinergi melakukan pembenahan sumber daya manusia (SDM) dan perubahan mindset tenaga pendidik terkait bahaya kekerasan terhadap anak. Mengingat, pendekatan kekerasan dalam pendidikan sering kali ditiru anak-anak untuk melanggengkan kekerasan dalam kehidupan sehari-hari.
"Maka pendekatan dalam pembelajaran harus ramah anak dan berbasis disiplin positif," tegas Heru.
Selain itu, FSGI mendorong semua stakeholder pendidikan, baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat memperkuat dan menciptakan tiga area dalam ekosistem pembelajaran. Yakni harus berintegrasi, artinya selain pihak sekolah, peran keluarga dan lingkungan masyarakat juga harus mendukung pencegahan kekerasan.
FSGI juga mendorong sistem pelatihan bagi pendidik dan Kepala Sekolah secara masif dan berkesinambungan. Hal itu untuk menginternalisasi dan penguatan skill mengembangkan literasi dan moderasi beragama di lingkungan pendidik maupun lingkungan sosial yang lebih luas.
Baca juga: Guru Jadi Pelaku Kekerasan Terbanyak di Sekolah Sepanjang 2022 |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id