"Catatanya adalah tidak semua daerah memberikan atau membuat SE lagi sebagai tidak lanjut dari edaran Mendikbud ini," ujar Satriwan kepada Medcom.id, Selasa, 2 Agustus 2022.
Satriwan mengungkapkan pihaknya menemukan informasi aturan tersebut tak berjalan lancar. Misalnya, di Nusa Tenggara Bara, Bima, Blitar, Batam, Tebing Tinggi, Aceh Utara, hingga Padang Panjang.
Dalam aturan baru, pemerintah daerah (pemda) didorong merespons cepat bila mendapat informasi/surveilans epidemiologis. Pemda diminta melakukan penelusuran kontak erat (tracing) dan tes covid-19.
Selain itu, pemda juga diharuskan melakukan pengawasan dan memberikan pembinaan terhadap penyelenggaraan PTM yang masih berlangsung di daerahnya. Terutama, memastikan penerapan protokol kesehatan ketat oleh satuan pendidikan dan pelaksanaan penemuan kasus aktif (active case finding) di satuan pendidikan baik melalui pelacakan kontak dari penemuan kasus aktif, survei berkala, maupun penggunaan aplikasi Peduli Lindungi.
Atura juga mengharuskan penghentian PTM pada rombongan belajar paling sedikit tujuh hari bila terdapat kasus konfirmasi covid-19 dalam hal ini terjadi klaster penularan covid-19 di satuan pendidikan. Dan/atau hasil surveilans epidemiologis menunjukkan angka positivity rate warga satuan pendidikan terkonfimasi covid-19 5 persen atau lebih.
"Ketika ada anak positif (covid-19) tidak semua dinas kesehatan atau dinas pendidikan membantu melaksanakan ACF, active case finding," beber Satriwan.
Dia menyebut bentuk keseriusan pemda melaksanakan SE Nomor 7 Tahun 2022 tidak sama di tiap daerah. Untuk itu, kata dia, aturan turunan sangat diperlukan.
"Jadi, lebih paham begitu ada kesadaran tinggi ketika melaksanakan PTM seperti apa dan ketika PJJ seperti apa dan itu harus difasilitasi," papar dia.
Baca juga: Aturan Baru, PTM di Kelas Mesti Dihentikan Seminggu Bila Ada Kasus Covid-19 |
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id