Istilah brain drain mengacu pada perpindahan kaum intelektual atau tenaga kerja terampil dari negara asal ke luar negeri, sehingga keahlian mereka tidak dimanfaatkan untuk pembangunan nasional.
Fenomena ini tidak hanya menjadi perhatian pemerintah Indonesia tetapi juga dipelajari secara global.
Definisi Brain Drain dan Dampaknya
Berdasarkan jurnal Globalization, Brain Drain, and Development yang ditulis oleh Frédéric Docquier dan Hillel Rapoport, brain drain terjadi ketika tenaga kerja terampil memilih untuk menetap di negara lain karena alasan seperti kesejahteraan ekonomi, peluang karier yang lebih baik, atau lingkungan kerja yang mendukung.Jurnal ini juga mencatat bahwa brain drain sering kali diikuti dengan ketimpangan distribusi keahlian antara negara maju dan berkembang, yang pada akhirnya menghambat pembangunan di negara asal.
Dalam konteks Indonesia, brain drain juga berdampak pada hilangnya potensi inovasi di berbagai sektor strategis.
Menurut Sosiolog Universitas Airlangga, Dr. Tuti Budirahayu, dalam wawancara pada 15 Februari 2023:
“Banyak awardee LPDP yang memilih untuk tidak kembali ke Indonesia karena faktor apresiasi terhadap keahlian mereka masih rendah di dalam negeri. Selain itu, peluang kerja dan gaji yang lebih tinggi di luar negeri menjadi daya tarik utama,” ujar Dr. Tuti
Hal ini, lanjutnya, semakin memperkuat persepsi bahwa negara belum optimal dalam menghargai talenta lokal.
Brain drain tidak hanya merugikan negara pengirim, tetapi juga memperburuk ketimpangan global. Data dari The World Bank tahun 2006 menunjukkan bahwa migrasi tenaga kerja terampil dari negara berkembang ke negara maju meningkat pesat sejak 1960.
Hal ini berkontribusi pada konsentrasi modal intelektual di negara-negara maju, sementara negara-negara berkembang harus menghadapi kehilangan sumber daya manusia yang penting.
Fenomena Brain Drain di Kalangan Awardee LPDP
Melansir UNAIR News tahun 2023, Data LPDP menunjukkan bahwa dari total 35.536 penerima beasiswa, terdapat 413 awardee yang tidak kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studi.Dalam pedoman umum LPDP, setiap penerima beasiswa diwajibkan untuk kembali ke Indonesia dan berkontribusi minimal selama dua kali masa studi.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar yang tidak kembali tergoda oleh tawaran pekerjaan atau peluang karier di luar negeri.
Menurut Dr. Tuti Budirahayu, fenomena ini perlu ditangani secara serius.
“Ini bukan hanya persoalan kepatuhan terhadap aturan LPDP, tetapi juga bagaimana negara dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk talenta-talenta muda agar merasa dihargai,” ujarnya dalam wawancara yang dilansir oleh Universitas Airlangga.
Pentingnya Kembali ke Indonesia
Kewajiban pemenang LPDP untuk kembali ke Indonesia bukan hanya tentang memenuhi kontrak, tetapi juga mencerminkan tanggung jawab moral untuk membangun bangsa.Dalam jurnal Globalization, Brain Drain, and Development, disebutkan bahwa negara yang berhasil menangani fenomena brain drain biasanya memiliki kebijakan yang mendukung integrasi talenta kembali ke pasar kerja nasional, termasuk memberikan insentif ekonomi, akses jaringan profesional, dan penghargaan terhadap inovasi.
Program LPDP sendiri dirancang untuk mencetak pemimpin masa depan yang dapat memajukan Indonesia di berbagai sektor.
Sebagai contoh, alumni LPDP yang kembali ke tanah air telah banyak berkontribusi dalam bidang pendidikan, teknologi, dan kebijakan publik.
“Namun, jika lebih banyak talenta yang memilih tinggal di luar negeri, dampaknya adalah kehilangan modal intelektual yang signifikan bagi negara kita,” ungkap Dr. Tuti.
Kondisi serupa juga dipaparkan oleh Docquier dan Rapoport, yang menyebutkan bahwa negara-negara yang mengalami brain drain besar harus berfokus pada kebijakan yang mengintegrasikan diaspora dan mengoptimalkan remitan yang mereka kirim.
Diaspora yang terhubung baik dengan negara asal dapat menjadi katalisator untuk transfer teknologi dan investasi.
Solusi untuk Mengatasi Brain Drain
Mengatasi brain drain memerlukan pendekatan holistik. Selain memperbaiki sistem penghargaan, pemerintah juga perlu meningkatkan konektivitas antara diaspora dan institusi di Indonesia.Dalam kasus LPDP, penguatan sistem monitoring dan evaluasi bagi para alumni dapat menjadi langkah awal yang penting.
Sebagai catatan, LPDP telah menegaskan bahwa mereka yang tidak kembali ke Indonesia harus membayar ganti rugi sesuai dengan nilai beasiswa yang diterima.
Namun, solusi terbaik tetaplah menciptakan ekosistem yang menarik bagi para awardee untuk kembali dan berkontribusi.
“Ini adalah investasi jangka panjang yang harus dijaga bersama, karena masa depan bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusianya,” kata Dr. Tuti.
Fenomena brain drain adalah tantangan besar yang dihadapi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia.
Namun, dengan kebijakan yang tepat, talenta yang sempat pergi dapat kembali dan membawa perubahan positif bagi tanah air.
Baca Juga:
Jangan Panik! Ini Solusi Jika Akun Beasiswa LPDP Kamu Belum Dapat Email Verifikasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id