Bung Tomo. Wikimedia Commons
Bung Tomo. Wikimedia Commons

Isi Pidato Bung Tomo yang Membakar Semangat Perlawanan 10 November

Muhammad Syahrul Ramadhan • 04 November 2025 14:27
Jakarta: Jika Pertempuran Surabaya 10 November 1945 adalah tubuh dari perlawanan rakyat, maka pidato Bung Tomo adalah jiwanya. Peristiwa bersejarah ini tidak hanya dikenang karena heroisme fisik para pejuang, tetapi juga karena kekuatan luar biasa dari untaian kata-kata yang diucapkan oleh Sutomo atau yang akrab disapa Bung Tomo.
 
​Melalui siaran Radio Pemberontakan, Bung Tomo mengubah ketakutan menjadi keberanian, keputusasaan menjadi semangat perlawanan total. Pidato ini adalah respons langsung terhadap ultimatum tentara Sekutu yang menuntut rakyat Surabaya menyerah.

Latar Belakang Pidato yang Menggetarkan

Setelah Pimpinan Tentara Inggris (AFNEI) Letnan Jenderal Sir Philip Christison mengeluarkan ultimatum pada 9 November 1945, rakyat Surabaya dihadapkan pada pilihan sulit: menyerah atau bertempur. Ultimatum tersebut mengharuskan semua pejuang Indonesia di Surabaya menyerahkan senjata paling lambat 10 November pukul 06.00 WIB, dengan ancaman gempuran besar-besaran.
 
Di tengah situasi yang mencekam, Gubernur Suryo dengan tegas menolak ultimatum tersebut. Bung Tomo, melalui corong radio, kemudian menyebarkan penolakan ini dan membakar semangat rakyat.

Isi Pidato Legendaris Bung Tomo

Dikutip dari buku berjudul 'Bung Tomo' karya Abdul Waid, berikut isi Pidato Bung Tomo yang disampaikan pada tanggal 10 November 1945: 

Bismillahirrahmanirrahim.
Merdeka!
 
Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya.
Kita semuanya telah mengetahui.
Bahwa hari ini tentara Inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua.
Kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan,
menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara Jepang.
Mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan.
Mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera putih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka
 
Saudara-saudara.
Di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya.
Pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku,
Pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi,
Pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali,
Pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan,
Pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera,
Pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini.
Di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing.
Dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung.
Telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol.
Telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana.

 
Baca juga: Peristiwa 10 November, Mengenang Hari Pahlawan dan Pertempuran Surabaya yang Melegenda

 
Hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara.
 
Dengan mendatangkan presiden dan pemimpin-pemimpin lainnya ke Surabaya ini.
 
Maka kita ini tunduk untuk memberhentikan pertempuran.
 
Tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri.
 
Dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya.
 
Saudara-saudara kita semuanya, kita bangsa Indonesia yang ada di Surabaya ini.
 
Akan menerima tantangan tentara Inggris itu.
 
Dan kalau pimpinan tentara Inggris yang ada di Surabaya.
 
Ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia.
 
Ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini.
 
Dengarkanlah ini tentara Inggris.
 
Ini jawaban kita. Ini jawaban Rakyat Surabaya.
 
Hai tentara Inggris!
Kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu.
Kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu.
Kau menyuruh kita membawa senjata-senjata yang telah kita rampas dari tentara Jepang untuk diserahkan kepadamu
Tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban kita.
Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah
Yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih
Maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga Saudara-saudara rakyat Surabaya siaplah keadaan genting!
Tetapi saya peringatkan sekali lagi.
Jangan mulai menembak,
Baru kalau kita ditembak,
Maka kita akan ganti menyerang mereka itu. Kita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka.
 
Dan untuk kita saudara-saudara.
Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka.
Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!
 
Dan kita yakin saudara-saudara.
Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita,
Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.
Percayalah saudara-saudara.
Tuhan akan melindungi kita sekalian.
 
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!

Menggerakkan Massa dan Mencatat Sejarah Dunia

​Pidato Bung Tomo bukan hanya didengar di Surabaya, tetapi juga ke berbagai daerah lain. Keberanian dan keputusannya untuk terus mengudara di tengah gempuran membuat semangat perlawanan meluas.
 
Kata-kata yang diucapkan Bung Tomo berhasil menyatukan berbagai elemen masyarakat dari laskar santri hingga rakyat biasa untuk melawan gempuran Inggris. Mereka bertempur tanpa takut mati, meskipun dengan persenjataan seadanya.
 
Meskipun Surabaya pada akhirnya jatuh, perlawanan selama tiga minggu yang dipicu oleh kata-kata Bung Tomo ini mencatat perlawanan terhebat pasca-Proklamasi dan menarik perhatian dunia terhadap nasib kemerdekaan Indonesia.
 
​Pidato Bung Tomo mengajarkan kita bahwa semangat juang adalah senjata paling ampuh untuk mempertahankan kedaulatan, jauh melampaui kekuatan materi.
 
(Sheva Asyraful Fali)

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(RUL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan