Rizal mengatakan, potensi kontraprodukti ini bisa terjadi salah satunya jika para guru yang tengah mengalami beban pandemi masih harus ditambah untuk mengimplementasikan kurikulum baru yaitu Kurikulum Merdeka. Faktanya, kurikulum tersebut tidak hanya menimbulkan proses administrasi baru, namun juga pengajaran dan ideologi baru, termasuk persiapan sekolah.
Sehingga, fokus pemulihan yang seharusnya berfokus pada murid, namun harus terpecah pada datangnya kurikulum baru dan pengelolaannya. Rizal juga menegaskan, sistem nilai pendidikan harus mampu mengeluarkan potensi anak didik.
"Untuk pemulihan itu bukan sekadar kurikulum baru, tapi (mampu) menciptakan kurikulum pembelajaran baru. Karena kurikulum itu dibangun dari sistem nilai-nilai. Pendidikan harus menuntut mengeluarkan potensi kodrat bawaan lahir anak didik kita.
Menurut Rizal, anak didik yang percaya diri dapat memberi manfaat bagi masyarakat luas. Selain itu, ada tiga hal dasar demi terbangunnya kebutuhan guru dan murid yang disebut kultur.
Kultur pertama adalah setiap warga sekolah harus menjadi sosok yang peduli terhadap komunitas terdekat, kemudian kultur untuk menjadi versi terbaik dengan membangun individuality, artinya anak merasa aman dalam belajar. Terakhir, kesetaraan yaitu kesempatan bagi warga sekolah untuk menyadari talenta mereka.
Rizal juga menjelaskan, guru memiliki beberapa prinsip untuk mengajar, yaitu menginspirasi murid, membuat siswa percaya diri, dan membangun kreativitas siswa. Maka dari itu, GSM terus mendorong pemulihan learning loss.
"Maka pemulihan pembelajaran akibat covid-19 seharusnya lebih cepat dan murah tidak harus menggunakan kurikulum baru. GSM siap membantu guru agar lebih siap," pungkasnya. (Arbida Nila)
Baca juga: Survei: Guru Siap Implementasikan Kurikulum Merdeka, Sebatas Penuhi Kewajiban
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News