FGD ini terlaksana berlandaskan kerja sama dari ASEAN International Advocacy and Consultacy (SAIAC), bersama dengan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (LPPM Atma Jaya dan Atma Jaya Studies on Avitaion, Outer Space dan Cyber Laws (AJAVoC).
Diskusi ini mengundang Research Coordinator of Law Faculty, Atma Jaya Catholic University of Indonesia, Dr Yanti Fristikawati S.H.M.Hum., Shaanti Shamdasani selaku CEO and President, SAIAC and ThinkGroup and ThinkGroups Space and Satellites, serta Prof. Dr. dr Yuda Turana, Sp. S (K), Rektor Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya yang membuka diskusi ini.
Topik diskusi membahas tentang kebijakan dan pembuatan peraturan antariksa jika diperlukan. Maraknya aktivitas antariksa dan peluncuran satelit ke orbit secara besar-besaran telah menciptakan kekhawatiran akan meningkatkan kepadatan di orbit yang dapat menjadi masalah jika tidak di mitigasi dengan benar.
Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah sampah antariksa yang jika tidak dimitigasi dengan benar tidak hanya akan mengancam asset antariksa namun juga berpotensi menimbulkan korban jiwa baik di antariksa maupun di bumi.
Shaanti mengatakan, pihaknya ingin mengembangkan agenda yang relevan dan kritis, yang mencakup semua kepentingan industri, sambil tetap memastikan kepentingan publik. Ia juga ingin memastikan pihaknya berbicara dengan para pemangku kepentingan yang relevan di Indonesia dan di seluruh dunia.
"Kami juga bertujuan untuk memicu diskusi dan mengumpulkan masukan dari semua pemangku kepentingan, karena kami sepakat bahwa kami bertujuan untuk menumbuhkan ekonomi masing-masing negara, tetapi kami ingin melakukannya dengan cara yang melindungi keberlanjutan di masa depan dan menghormati pedoman komunitas internasional,” ungkap Shaanti dalam siaran pers, Jumat, 23 Agustus 2024.
Deputi Bidang Kebijakan Pengembangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mego Pinandito dan Duta Besar RI untuk Austria dan Perwakilan Tetap RI di PBB, Damos Dumoli Agusman yang hadir sebagai pembicara utama membahas tentang pentingnya isu penggunaan antariksa seperti komunikasi satelit, pemantauan cuaca dan perubahan iklim. Selain itu juga ada pembahasan mengenai bahaya dari sampah antariksa, dan perlunya kerja sama multilateral dalam pembentukan kebijakan serta instrumen hukum untuk mitigasi dan penghapusan sampah antariksa.
Mego mengatakan dengan adanya kebijakan dan peraturan maka akan memberikan perlindungan dan rasa aman serta mendukung perkembangan dalam memajukan antariksa.
Director of Atma Jaya Studies on Avion, Outer Space, and Cyber Laws/AJAVoC, Ida Bagus Rahmadi Supancan menjelaskan bagaimana Belanda dan Uni Eropa menangani puing-puing antariksa serta kerangka hukum dan regulasi yang relevan.
Asst. Professor Deputy Director of the International Institute of Air and Space Law at Leiden University, Tanja Masson-Zwaan membahas mengenai puing-puing satelit yang ada di antariksa membuat peningkatan pada kemungkinan terjadinya kecelakaan yang dapat merugikan karena puing-puing ini dapat merusak infrastruktur anntariksa dan menciptakan lebih banyak puing.
Professor of International Law, The University of Hong Kong, China, Zhao Yun membahas tentang mitigasi dan keberlanjutan antariksa dari perspektif hukum di China.
China telah membuat hukum terkait mitigasi puing-puing meskipun belum memiliki undang-undang nasional lengkap. Menurut pernyataan Prof Zhao Yun, China sedang menuju ke arah pembentukan undang-undang nasional yang akan mengakomodasikan prinsip berkelanjutan jangka panjang dalam aktivitas antariksa.
Professor of International Law at Western Sydney University, Australia, Steven Freeland menyoroti perlunya teknologi, kerangka kerja hukum nasional dan peraturan yang kuat untuk memastikan keberlanjutan dan keselamatan di antariksa. Ia menggaris bawahi pentingnya kerja sama global dalam mengatasi masalah antariksa saat ini.
Selain itu, Steven juga membagikan pengalaman Australia dalam mengembangkan undang-undang dan kebijakan ruang angkasa serta penting nya evaluasi dan pembaruan regulasi secara berkala. Head of Fight Mechanics Operation Research Group of Institut Teknologi Bandung, menyoroti pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan desain satelit yang lebih baik dan penggunaan material yang lebih ramah lingkungan.
Head of Research Center for Space - The National Research and Innovation Agency/BRIN), Dr. Emanuet Sungging Mumpuni, M.Si mengungkapkan pentingnya meningkatkan kapasitas observasi untuk mendukung penelitian dan menjaga keberlanjutan dalam eksplorasi antariksa.
Emmanuet juga menyoroti pentingnya kolaborasi internasional dalam menangani puing-puing antariksa serta dampaknya terhadap masa depan eksplorasi antariksa.
Diskusi ini menyoroti bagaimana negara-negara seperti Belanda, Tiongkok, dan Australia telah mengambil langkah-langkah spesifik dalam mitigasi sampah luar angkasa. Kebijakan mitigasi ini bertujuan untuk membantu negara-negara dan organisasi nasional dalam mengurangi risiko terjadinya kerugian dalam bidang antariksa.
Melihat urgensi dari isu tersebut, FGD ini berperan sebagai platform untuk berbagi informasi, pengalaman, dan strategi dari berbagai negara agar dapat saling berkerja sama menemukan solusi yang terbaik untuk melindungi antariksa agar terus berkembang hingga di masa yang akan datang.
Baca juga: BRIN Kembangkan Remote Sensing untuk Penginderaan Lahan Jarak Jauh
|
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News