"Pendidikan antikorupsi harus dipelajari sejak dini, salah satunya dengan menanamkan nilai-nilai integritas pada mahasiswa," kata Aida mengutip siaran pers UIN Jakarta, Kamis, 26 Agustus 2021.
Aida berharap dengan masuknya pendidikan antikorupsi ke dalam struktur mata kuliah di perguruan tinggi, kampus-kampus di Indonesia bisa menghasilkan lulusan yang berintegritas. Dalam dunia pemberantasan korupsi, kata Aida, kampus menjadi 'nyawa' yang sangat dibutuhkan. KPK berharap kampus bisa menjadi pusat pergerakan antikorupsi.
"Perilaku koruptif kalau sudah terbiasa dilakukan sejak di kampus akan terbawa sampai kemudian hari," ungkapnya.
Deputi KPK ini juga menyoroti rendahnya skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia. Dalam catatan itu, Indonesia hanya mampu bertengger di posisi ke-102 dari sekitar 180 negara di dunia, dengan perolehan nilai sebesar 37. Menurutnya, angka tersebut masih terbilang sangat buruk.
Baca: IAIN Ambon Siap Jadi UIN Imam Rijali
"Posisi Indonesia terhadap negara-negara lain di dunia masih sangat jauh," sebut Aida.
Salah satu budaya koruptif yang kerap terjadi di Indonesia, kata dia, adalah praktik suap-menyuap dan akses terhadap layanan publik yang masih menggunakan koneksi pribadi. Meski begitu, dalam hal Indeks Perilaku Antikorupsi, trennya cenderung mengalami peningkatan. Angkanya meningkat 0,15 poin dari 3,68 persen ke 3,83 persen.
Indeks Perilaku Antikorupsi menggambarkan bagaimana perilaku rumah tangga terhadap layanan publik yang mereka akses, apakah masih mengalami pemungutan, pemerasan, atau pelaku rumah tangga itu sendiri yang melakukan suap.
Aida mengumpamakan kejahatan korupsi dengan fenomena gunung es. Apa yang tampak di permukaan, tidaklah sama dengan yang terjadi di bawah air. Dengan kata lain, persoalan korupsi sejatinya jauh lebih besar lagi dibandingkan yang terlihat pada umumnya.
"Padahal bisa jadi malah lebih besar lagi," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News