Gelar wicara bertajuk “Cerita dari Tanah Marapu: Praktik Baik Penyelenggaraan Pendidikan Kepercayaan di Kabupaten Sumba Timur”. Medcom.id/Ilham Pratama Putra
Gelar wicara bertajuk “Cerita dari Tanah Marapu: Praktik Baik Penyelenggaraan Pendidikan Kepercayaan di Kabupaten Sumba Timur”. Medcom.id/Ilham Pratama Putra

Merawat Penghayat Marapu di Tanah Sumba

Renatha Swasty • 25 Mei 2023 08:33
Waingapu: Jauh sebelum Indonesia merdeka, kepercayaan Marapu sudah hidup di tengah-tengah masyarakat Sumba. Kepercayaan ini hidup turun temurun dan masih bisa ditemukan hingga saat ini di masyarakat Sumba.
 
Jumlah penghayat Marapu juga tak bisa dibilang kecil. Tercatat, ada 30.000 lebih penghayat Marapu di seluruh Sumba dengan 16.790 di antaranya bermukim di Sumba Timur.
 
Merawat Marapu dari generasi ke genarasi bukan perkara mudah. Sebelum Indonesia merdeka, penghayat Marapu dipaksa memilih agama tertentu saat penjajah memasuki Sumba.

Tantangan juga tak mudah setelah Indonesia merdeka. Sebab, saat itu belum diakui penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga penghayat Marapu mesti mencantumkan salah satu agama yang sudah diakui di Indonesia untuk identitas KTP maupun Kartu Kelurga (KK).
 
Kini, penghayat Marapu bisa bernapas lega. Sebab, penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sudah diakui baik untuk identitas KTP maupun KK.
 
Namun, tantangan belum selesai. Sebab, ada kecenderungan transfer pengetahun dari generasi tua ke genarasi muda terputus. Apalagi, generasi tua kerap memberikan pengetahun melalui lisan.
 
"Sekarang ruang sudah ada, sumber daya manusia kita dorong agar penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa terlayani layanan pendidikannya," kata Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Ditjen Kebudayaan, Kemendikbudristek, Sjamsul Hadi, saat berbincang di Waingapu, Sumba Timur, NTT, Rabu, 24 Mei 2023.
 
Sjamsul mengungkapkan pihaknya memfasilitasi penghayat kepercayaan agar pengetahun kearifan lokal tidak putus. Salah satunya, mendorong generasi muda belajar dengan maestro atau mpunya yang menguasai adat istiadat, ritual tradisional maupun ekspresi budaya tradisional.  

Gotong royong merawat Marapu

Sosok Khristofel Praing tak bisa dilepaskan dari perjuangannya terhadap hak-hak penghayat Marapu. Dia sadar betul Marapu sudah ada di Sumba jauh sebelum Indonesia merdeka.
 
Khristofel yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Sumba Timur melihat ada diskriminasi terhadap orang-orang beragama non mainstream. Mereka tidak bisa mencantumkan kepercayaan mereka baik di KTP maupun KK.
 
"Saya merasa terusik sebagai birokrat pada waktu itu. Akhirnya saya mengumpulkan semua tokoh (Marapu).'Kamu harus bangkit terbangun dari tidur panjang kamu', bagaimana? Caranya menanti dalam ketidakpastian posisi kamu atau menggugat uji materil di MK," beber Khristofel dalam gelar wicara bertajuk “Cerita dari Tanah Marapu: Praktik Baik Penyelenggaraan Pendidikan Kepercayaan di Kabupaten Sumba Timur” di Kampung Raja Prailiu, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur, Rabu, 24 Mei 2023.
 
Khristofel yang saat ini menjadi Bupati Sumba Timur bersyukur mempunyai banyak teman-teman yang juga peduli pada penghayat Marapu. Hingga akhirnya diajukan gugatan ke MK.
 
"Syukur Puji Tuhan dikabulkan sehingga sekarang kita bisa melihat di dalam KTP, KK sudah tercantum agama kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa," tutur dia.
 
Dia senang Kemendikbudristek bergerak cepat dengan memfasilitasi layanan pendidikan bagi penghayat Marapu. Salah satunya dengan menghadirkan mata pelajaran Marapu di sekolah.
 
Merawat Penghayat Marapu di Tanah Sumba
Bupati Sumba Timur Khristofel Praing. Medcom.id/Renatha Swasty
 
Saat ini, ada enam sekolah di Sumba Timur yang memberikan pelajaran Marapu. Rinciannya empat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Dasar (SD).
 
Anak-anak itu diajarkan oleh penyuluh penghayat kepercayaan Marapu. Sebelum mengajar mereka diberikan pelatihan dan mengikuti uji kompetensi.
 
Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat juga bekerja sama dengan sejumlah organisasi di Sumba Timur untuk menyediakan penyuluh.
 
Salah satunya Marungga Foundation dengan programnya Lii Marapu. Melalui program itu, anak-anak sekolah penghayat Marapu mendapatkan pengajaran soal Marapu.
 
"Pertanyaannya bagaimana anak-anak Marapu yang sulit akses pendidikan formal dan putus sekolah? Kami merintis lima sekolah adat di lima desa target di lima kecamatan Sumba Timur," beber Manajer Proyek Lii Marapu, Anton Jawamara.
 
Salah satu sekolah yang pertama menyediakan mapel penghayat Marapu ialah SMA Negeri 1 Rindi Umalulu sejak 2018. Namun, pemberian pelajaran Marapu sempat berhenti  pada 2020-2021.
 
Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Rindi Umalulu Benyamin Nimbrot Jutalo mengungkapkan kepala sekolah sebelumnya tegak lurus dengan aturan yakni penyuluh mesti terdaftar di Dapodik. Sedangkan, mereka yang terdaftar di Dapodik adalah guru lulusan S1. Penyuluh sendiri biasanya diambil pemuda-pemudi Sumba Timur yang bahkan tidak kuliah.
 
Beruntung, tak lama setelah itu covid-19 yang mana pelajaran banyak dilakukan melalui daring. Akhirnya, Benyamin memberikan pekerjaan rumah untuk anak-anak penghayat Marapu.
 
"Saya beri mereka pertanyaan, anak-anak ini tiap ikut ritual mencatatkan makna-maknanya. Sehingga mereka belajar sendiri dan mereka mengetahui ritual di wilayah mereka masing-masing dan memperoleh nilai-nilai dari itu," beber dia.
 
Setelah Benyamin naik menjadi kepala sekolah, dia langsung tancap gas. Dia kembali mencari penyuluh yang bisa mengajarkan Marapu pada anak didiknya. Akhirnya, Benyamin bertemu dengan Kahi yang sampai saat ini mengajarkan Marapu untuk 70 peserta didik.
 
Merawat Penghayat Marapu di Tanah Sumba
Penyuluh Marapu Arman Lawatu Renja. Medcom.id/Renatha Swasty
 
Salah satu anak muda yang mendedikasikan dirinya menjadi penyuluh ialah Arman Lawatu Renja Muda. Pemuda berusia 22 tahun itu merasa punya tanggung jawab untuk terus merawat Marapu pada generasi muda Sumba Timur.
 
"Yang jadi komitmen saya jangan sampai Marapu hilang dari Tanah Marapu seperti dinosaurus dan tertinggal di museum," tutur Arman.
 
Pamong Budaya Ahli Utama Kemendikbudristek, Sri Hartini, juga mendorong masyarakat Marapu tetap pada kepercayaannya. Mantan Setditjenbud Kemendikbud itu tahu betul perjuangan merawat Marapu sejak lama.
 
Bahkan, sudah tercatat sebagai organisasi di Direktorat Pembinaan Penghayatan dan Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa, kini Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, sejak tahun 1981. Namun, sejak saat itu menghilang karena diskriminasi dan ketakutan masyarakat.
 
"Makanya kalau yang Marapu, sudahlah Marapu sampai akhir hayat. Jadi para sesepuh minta tolong transferkan nilai-nilai ajaran Marapu pada anak-anak kita," ujar Sri.
 
Baca juga: Dukung Penghayat Kepercayaan, 6 Sekolah di Sumba Timur Sediakan Mapel Marapu

 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
 

 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan