Acara ini mengangkat tema “Memajukan Persaudaraan Manusia di Tengah Ketidakpastian Global: Menuju Peradaban Dunia yang Damai dan Sejahtera,”. Konferensi ini juga mempertemukan para cendekiawan, pembuat kebijakan, pemuka agama, dan aktor masyarakat sipil dari berbagai negara untuk menggali penerapan praktis nilai-nilai persaudaraan manusia dalam merespons persoalan global yang kompleks, serta perpecahan sosial yang terjadi di berbagai belahan dunia.
“Konferensi ini merupakan langkah penting, bukan hanya dalam melembagakan nilai-nilai persaudaraan manusia, tetapi juga dalam meletakkan dasar agenda kami di Indonesian Institute for Human Fraternity,” ujar Rektor UIII, Jamhari Makruf, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 29 Juli 2025.
“Melalui pendirian institut ini, kami ingin menerjemahkan nilai-nilai persaudaraan manusia ke dalam program dan kebijakan berkelanjutan yang mendorong kerja sama global, pembangunan yang berkeadilan, dan perdamaian yang langgeng," imbuh Jamhari.
Menurut Jamhari, konsep persaudaraan manusia secara luas merujuk pada rasa persahabatan dan saling mendukung antarsesama manusia menjadi semakin penting di dunia yang makin terhubung namun juga makin terpolarisasi. Konsep ini ditegaskan dalam Dokumen Abu Dhabi tentang Persaudaraan Manusia atau “Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together” yang ditandatangani pada tahun 2019 oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar, Ahmad Al-Tayyeb.
Sekretaris Jenderal HCHF, Khalid AL-Ghaith menegaskan pentingnya kolaborasi dalam memajukan nilai-nilai kemanusiaan bersama. “Di jantung Komite Tinggi Persaudaraan Manusia terdapat keyakinan sederhana namun kuat bahwa kita semua adalah bagian dari satu keluarga manusia. Meskipun latar belakang kita berbeda, kita semua memiliki nilai dan martabat yang setara,” ujarnya.
Baca juga: Profil Stella Christie, Wamendiktisaintek yang Dipilih Jadi Komisasris PT Pertamina Hulu Energi |
Ia juga menekankan, rasa kemanusiaan yang kita bagi bersama ini seharusnya menjadi inspirasi bagi upaya kolektif dalam mengatasi perpecahan, mendorong saling pengertian, dan memajukan nilai-nilai seperti kasih sayang, koeksistensi, dan saling menghormati.
“Pendidikan adalah prioritas utama bagi kami. Kami percaya bahwa nilai-nilai persaudaraan dan saling menghormati harus diajarkan sejak usia dini hingga pendidikan tinggi,” lanjut Dr. Khalid AL-Ghaith.
“UIII adalah tempat yang ideal untuk memimpin inisiatif ini. Di sinilah pemikiran muda berkembang dan ide-ide baru tumbuh. Bersama-sama, kita harus mengembangkan model pendidikan inovatif yang dapat membangun dunia lebih baik," ujarnya.
Institut yang baru diluncurkan ini diresmikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno. Lembaga ini akan menjadi wadah implementasi Nota Kesepahaman (MoU) antara UIII dan HCHF yang ditandatangani pada 3 September 2024, dengan tujuan untuk mendorong riset lintas disiplin, dialog global, dan program berbasis bukti yang berakar pada nilai-nilai persaudaraan manusia dan hidup berdampingan secara damai.
Selain Pratikno, konferensi ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk H.E. Mr. Abdulla Salem Al Dhaheri, Duta Besar Uni Emirat Arab untuk Indonesia dan ASEAN, serta Dr. (H.C.) Drs. Muhammad Jusuf Kalla, Ketua Majelis Wali Amanat UIII dan mantan Wakil Presiden Republik Indonesia. Secara keseluruhan, konferensi ini diikuti oleh sekitar 200 peserta, termasuk pejabat pemerintah Indonesia, perwakilan kedutaan asing, LSM, jurnalis, akademisi, dan mahasiswa dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia.
Inti dari konferensi ini adalah empat diskusi panel yang mengeksplorasi bagaimana prinsip persaudaraan manusia dapat diterapkan secara efektif untuk menjawab berbagai tantangan global yang mendesak. Seluruh sesi dilaksanakan dengan prinsip ‘Chatham House Rule’ guna mendorong diskusi yang terbuka, jujur, dan visioner di antara para peserta.
Keempat diskusi panel tersebut menghadirkan pembicara ternama, antara lain: “Membangun Persaudaraan Lintas Batas” (Valeria Martano, Heidi Kühn, Emily Bojovic, Din Syamsuddin); “Hak dan Keadilan Sosial” (Fernand de Varennes, Irina Kunina, Azza Karam, Walid El Abed); “Peran Media dalam Menjembatani Perbedaan” (Farish A. Noor, Cherian George, Komaruddin Hidayat, Abdulaziz Al Marzouqi); dan “Perubahan Iklim, Krisis Global, dan Keadilan Lingkungan” (M. Rachmat Kaimuddin, Fitrian Ardiansyah, Nouhad Awwad, Nizhar Marizi).
Setiap diskusi panel ini akan menjadi dasar bagi arah kerja Indonesian Institute for Human Fraternity ke depan. Melalui ide-ide dan wawasan yang lahir dari konferensi ini, UIII dan HCHF merintis upaya baru untuk untuk mempererat tali persaudaraan manusia.
Konferensi ini juga akan ditutup dengan ‘Deklarasi Jakarta tentang Persaudaraan Manusia’ yang menandai komitmen bersama untuk mendorong hidup berdampingan secara damai dan tanggung jawab kolektif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News