Ilustrasi buku. Medcom
Ilustrasi buku. Medcom

Belajar Sejarah: Pertempuran 5 Hari 5 Malam di Palembang

Renatha Swasty • 09 Februari 2023 18:03
Jakarta: Proklamasi kemerdekaan ternyata tidak membuat penjajah menyerah mengambil alih kembali Indonesia. Ada beberapa perjuangan bangsa Indonesia yang menandakan besarnya perjuangan yang harus ditempuh, salah satunya pertempuran Palembang atau dikenal juga dengan pertempuran 5 hari 5 malam di Palembang.
 
Pertempuran ini terjadi pada 1 hingga 5 Januari 1947 sehingga peristiwa ini terkenal dengan sebutan “pertempuran 5 hari 5 malam Palembang”. Pertempuran Palembang ini merupakan perlawanan Tentara Indonesia (TRI) terhadap serangan pasukan tentara Belanda (NICA).
 
Dikutip dari laman KelasPintar, pertempuran Palembang terjadi ketika Belanda menginginkan agar kota Palembang dapat dikosongkan segera. Namun, permintaan tersebut ditolak oleh seluruh rakyat Palembang sehingga berakhir dengan baku tembak pada 1 Januari 1947 di Palembang Ilir dan menyerang markas Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI) di Jalan Tengkuruk.
Beberapa tokoh penting yang memimpin jalannya pertempuran dari pihak tentara dan pejuang Indonesia, antara lain Kolonel Maludin Simbolon, Letnan Kolonel Bambang Utoyo, Mayor Rasyad Nawawi, dan Kapten Alamsyah.
 
Pusat pertahanan terkuat Belanda berada di Benteng Kuto Besak, Rumah Sakit Charitas, dan Bagus Kuning (Plaju), sementara itu kekuatan pejuang Palembang tersebar merata di setiap tempat-tempat pertahanan Belanda. Peristiwa tembak menembak dimulai oleh prajurit Belanda dari RS Charitas hingga Masjid Agung Palembang.
 
Hari pertama setelah insiden penembakan di Jalan Tengkuruk, pejuang Palembang menyerbu dan mengepung pasukan Belanda yang bertahan di semua sektor yang telah mereka kuasai sebelumnya.
 
Pertempuran berakhir hingga pukul 17.00, tetapi menjelang malam pasukan Belanda kembali menggempur menggunakan senjata lapis baja yang mengakibatkan beberapa tempat strategis dikuasai Belanda, seperti kantor telegrap, kantor residen, kantor wali kota, dan kantor pos.
 
Hari kedua dan ketiga, Belanda kembali menyerbu pusat pertahanan tentara dan pejuang di area Masjid Agung Palembang namun berhasil dihalau pasukan Batalyon Geni bersama sejumlah tokoh masyarakat. Pasukan Batalyon Geni bersama dengan masyarakat saling bahu membahu melawan sekutu.
 
Sementara itu, dari arah Talang Betutu pasukan bantuan Belanda yang hendak bergabung ke Masjid Agung berhasil disergap oleh pejuang Palembang yang dipimpin Lettu Wahid Luddien. Pertempuran terus berlanjut dengan menyisakan kehancuran sebagian besar kota Palembang.
 
Hari keempat, bala bantuan untuk pejuang Palembang tiba dari Lampung di bawah komando Mayor Noerdin Pandji dan dari Lahat yang dipimpin Letjen Harun Sohar.

Gencatan senjata

Pertarungan sengit terjadi sepanjang sungai Musi dan memakan banyak korban jiwa. Pada hari kelima, kedua belah pihak mengalami kesulitan logistik dan amunisi sehingga pertempuran diakhiri dengan gencatan senjata. Kedua belah pihak mengadakan pertemuan antar pimpinan sipil dan militer.
 
Indonesia mengirim Adnan Kapau Gani sebagai utusan dari pemerintah pusat untuk perundingan dengan pihak Belanda. Hasil perundingan menyepakati dari pihak Indonesia pasukan TRI dan pejuang lainnya akan mundur sejauh 20 km dari pusat kota dan hanya menyisakan ALRI, polisi, dan pemerintahan sipil agar tetap berada di kota Palembang.
 
Sementara itu, pihak Belanda mendirikan batas pos-pos mereka sejauh 14 km dari pusat kota. Gencatan senjata tersebut mulai 6 Januari 1947.
 
Baca juga: Sejarah 9 Februari Ditetapkan Sebagai Hari Pers Nasional

 
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id

(REN)




LEAVE A COMMENT
LOADING

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif