"Kalau yang misalnya teknis administratif dan manajerial itu tidak perlu. Tapi, yang menunjukkan bahwa kita akan menghadapi berbagai disrupsi untuk menyiapkan masa depan bangsa itu yang perlu diubah di UU Sisdiknas yang dulu itu," ujar Suyanto dalam diskusi daring Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jumat, 8 April 2022.
Suyanto menyebut selama pandemi covid-19 Indonesia sudah memiliki pengalaman dalam pemanfaatan teknologi digital. Dia menilai semestinya RUU Sisdiknas memberikan penguatan pendidikan Indonesia ke depan, setidaknya pada tiga hal modalitas.
"Pertama itu fleksibel, kemudian mobile integrated, dan costumized. Nah itu harusnya dielaborasi karena ke depan ini syarat dengan teknologi digital itu. Nah, rancangan ini belum menyentuh itu," tutur Suyanto.
Sementara itu, Ketua Majelis Pendidikan Tinggi ICMI, Ganefri, menilai RUU Sisdiknas harus visioner atau memiliki pandangan jangka panjang. Ia mengatakan pembahasan RUU Sisdiknas perlu melibatkan sebanyak mungkin pemangku kepentingan.
"Dan tidak dapat kita pungkiri, walaupun ada beberapa pakar yang diundang terkait dengan draf RUU ini, ya masih banyak publik menganggap ini terkesan belum tebruka," jelas Ganefri.
Dia mengatakan RUU Sisdiknas menyangkut masa depan Indonesia. Pembahasan sudah harus dimulai dan tidak boleh dihentikan.
Namun, pembuat undang-undang diminta tak memaksakan RUU Sisdiknas masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022. Ganefri menyebut pembahasan mesti hati-hati.
"Jadi, karena memang kita melihat kondisi keberagaman, disparitas, dan kompleksitas persoalan pendidikan di Indonesia ini tidak memungkinkan diperoleh kajian yang mendalam dengan waktu singkat dan keterlibatan publik yang sangat terbatas," tutur dia.
Baca: ICMI Desak RUU Sisdiknas Dikaji Serius
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News