Guru Besar Departemen Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Hendro Juwono, menjelaskan Research Octane Number (RON) atau bilangan oktan merupakan ukuran ketahanan bahan bakar terhadap ketukan mesin. Bahan bakar yang kurang tahan akan mengalami peristiwa knocking, yakni kondisi ketika bahan bakar terbakar sebelum waktunya akibat tekanan tinggi di ruang bakar.
Hendro memaparkan bahan bakar umumnya mengandung senyawa oktana (C8), tetapi tak harus C8 murni. Komponen hidrokarbon penyusun bahan bakar yang bervariasi, mulai dari C7 hingga C9, dapat memengaruhi RON.
Struktur rantai karbon yang bervariasi, baik rantai lurus atau n-oktana maupun bercabang atau iso-oktana memiliki andil dalam tingkat RON. "Semakin banyak senyawa bercabang seperti iso-oktana, maka semakin tinggi pula RON benRON sin tersebut,” papar Hendro dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id, Kamis, 13 Maret 2025.
Profesor ke-212 ITS itu menyebut dalam proses pencampuran bahan bakar, prinsip ini menjadi krusial. RON akhir suatu bahan bakar tergantung pada komposisi hidrokarbon yang dicampurkan atau yang disebut blending. Blending dilakukan dengan mengombinasikan fraksi ringan seperti C8, yang digunakan untuk bensin, dengan fraksi lainnya seperti C7 atau C9.
Hendro menyampaikan secara ilmiah blending bensin atau pencampuran bahan bakar memungkinkan dan sah dilakukan. Ia menyebutkan pencampuran RON tertentu bisa dilakukan untuk mencapai nilai oktan yang diinginkan selama prosesnya mengikuti prinsip-prinsip kimia yang tepat dan memenuhi standar.
Baca juga: Bensin Pertamina Diuji ITB, Ini Hasilnya! |
“Kalau campurannya berlebihan atau asal-asalan, dampaknya memang tidak langsung terlihat, tapi dalam jangka panjang, performa mesin pasti menurun,” ujar dia.
Dia mengatakan dalam mencapai nilai RON tertentu, ada beberapa cara yang bisa dilakukan, salah satunya menambah zat aditif. Hendro menyebut zat aditif bisa digunakan untuk meningkatkan ketahanan bensin terhadap ketukan mesin, sehingga pembakaran bisa berlangsung lebih stabil. Beberapa zat aditif umum yang biasa digunakan meliputi metil tersier butil eter (MTBE) dan toluena.
Secara angka, RON bisa mencapai nilai tertentu melalui penambahan zat aditif atau proses blending. Namun, angka RON yang sama tidak selalu mencerminkan kualitas pembakaran.
Performa akhir bahan bakar tetap bergantung pada komponen penyusunnya, seperti jenis hidrokarbon dan struktur kimia di dalamnya. "Meskipun bensin memiliki RON tinggi, campuran yang tidak seimbang bisa menyebabkan pembakaran tidak efisien dan merusak mesin," ujar dia.
Hendro juga menyoroti pentingnya masyarakat memahami pemilihan bahan bakar, termasuk angka RON, sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan kendaraan. Setiap mesin memiliki rasio kompresi berbeda sehingga tidak selalu membutuhkan bensin ber-RON tinggi.
"Apabila mesin berkompresi tinggi diberi RON rendah dapat merusak mesin, begitupun sebaliknya," ujar dia.
Hendro menyampaikan penting bagi masyarakat meningkatkan pemahamannya tentang blending bensin dan RON agar tidak terjadi kekeliruan. Dia berharap masyarakat mampu memilih bahan bakar sesuai kebutuhan mesin, sehingga performa kendaraan tetap optimal dan penggunaan energi menjadi lebih efisien dengan literasi yang baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News