“Sesat Menteri ini kalau begitu (menjadikan sejarah sebagai pelajaran pilihan dan menghilangkan pelajaran sejarah) di penyederhanaan kurikulum (sempat) masuk dalam kategori wacana, artinya sudah ada niat dan tindakan,” terang dia dalam diskusi virtual, Rabu, 30 September 2020.
Menurut dia, pelajaran sejarah diperlukan supaya pembahasan tak melulu seputar Jawa. Bahkan pulau-pulau lain juga perlu diperkenalkan melalui pelajaran sejarah.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Supaya anak Papua tak merasa disudutkan. Tak hanya belajar Diponegoro, Cut Nyak Dien,” kata dia.
Baca juga: Sejarawan UIN: Tak Mungkin PKI Bangkit Kembali
Ini adalah konsekuensi pelajaran sejarah sehingga perlu diberi ruang yang lebih besar. Selain itu, sejarah juga termasuk dalam pendidikan pembangunan karakter.
“Pelajaran dasar logika di mana karakter kita bisa dibentuk adalah dari sejarah,” ucap dia.
Sebelumnya, ramai diperbincangkan Kemendikbud akan menempatkan mata pelajaran sejarah sebagai mata pelajaran pilihan di SMA, bahkan menghilangkannya di SMK.
Rencana perubahan pendidikan sejarah di SMA/SMK tersebut tertuang dalam draf sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tertanggal 25 Agustus 2020. Draf ini beredar di kalangan akademisi dan para guru, ini yang kemudian menjadi polemik di masyarakat, meski kemudian dibantah oleh Kemendikbud.
(CEU)