Dosen Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Siti Jaro'ah, menyebut menikah memang merupakan suatu keputusan besar yang menandai fase perjalanan hidup seseorang. Tak sedikit yang ragu mengambil keputusan tersebut karena beberapa kekhawatiran, seperti perceraian dan KDRT.
"Sekarang, terutama di perkotaan, pergaulan bebas yang dulu dianggap tabu kini menjadi lebih banyak dijalani. Karena kekhawatiran dan faktor lainnya, banyak pasangan yang memilih menjalani hubungan tanpa ikatan formal seperti pernikahan," tutur Siti dikutip dari laman unesa.ac.id, Senin, 14 Oktober 2024.
Ketidakpastian ekonomi adalah salah satu faktor utama yang memengaruhi kekhawatiran terhadap pernikahan. Generasi muda menghadapi tantangan finansial lebih berat dibandingkan dengan generasi sebelumnya, seperti meningkatnya harga properti, tingginya biaya hidup, dan lain-lain.
Selain itu, perubahan pandangan sosial juga memengaruhi keputusan generasi muda terhadap pernikahan dan keluarga. Istilah banyak anak, banyak rezeki yang populer di masa lalu, kini mulai bergeser menjadi banyak anak, banyak tanggungan.
Pandangan masyarakat dulu atau di daerah, pernikahan dianggap sebagai salah satu pencapaian utama dalam hidup seseorang, terutama dalam memenuhi ekspektasi sosial dan membangun keluarga. Pernikahan di usia muda dipandang sebagai hal umum dan diharapkan.
Namun, sekarang pernikahan tidak lagi dianggap sebagai prioritas utama bagi sebagian besar generasi muda. Mereka lebih memilih fokus pada pengembangan diri, pendidikan, dan karier sebelum memikirkan pernikahan.
Mengatasi berbagai kekhawatiran terhadap pernikahan, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk membantu individu merasa lebih siap. Salah satunya memperkuat pendidikan pranikah agar pasangan memahami tanggung jawab, tantangan, dan komitmen yang akan dihadapi dalam pernikahan.
"Dengan pemahaman yang lebih mendalam, ketakutan terhadap perceraian, KDRT, atau ketidakcocokan bisa diminimalisir," ujar dia.
Selain itu, konseling pranikah juga dapat menjadi solusi bagi mereka yang ingin mempersiapkan diri lebih matang. Konselor dapat memberikan panduan mengenai cara menghadapi tantangan dalam pernikahan dan memberikan pandangan lebih realistis tentang hubungan jangka panjang.
Di sisi lain, penting juga bagi pasangan melakukan komunikasi terbuka terkait ekspektasi dan batasan dalam pernikahan. Pasalnya, sepasang suami istri harus paham dalam hal keuangan dan tanggung jawab bersama.
Siti menegaskan generasi muda yang memutuskan untuk menikah atau tidak, perlu menyiapkan keputusan matang dalam jangka panjang. Bagi mereka yang menikah persiapan mental, emosional, dan finansial adalah kunci utama dalam membangun pernikahan langgeng.
Dia menyebut kekhawatiran terhadap pernikahan dapat diatasi dan institusi pernikahan dapat kembali menjadi bagian penting dari kehidupan sehat dan bahagia dengan pendekatan tepat.
Baca juga: Daftar Pertanyaan untuk Ditanyakan ke Pasangan sebelum Nikah, Calon Pasutri Catat! |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News