Ilustrasi: MI/Aries Munandar
Ilustrasi: MI/Aries Munandar

Alih-Alih Beri Solusi PPDB Zonasi, JPPI Sesalkan Nadiem Malah Terkesan Cuci Tangan

Citra Larasati • 30 Juli 2023 15:11
Jakarta:  Pernyataan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim yang menyebut ia kena getah dari kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi yang diinisiasi Mendikbud sebelumnya, Muhadjir Effendy menuai reaksi dari pegiat pendidikan.  Sejumlah pegiat pendidikan menyayangkan kalimat tersebut keluar dari seorang Nadiem Makarim.
 
Salah satunya adalah dari Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji.  Ia menyayangkan, alih-alih memberi solusi, Nadiem justru terkesan cuci tangan menanggapi kacaunya PPDB Zonasi di sejumlah daerah yang terus berulang beberapa tahun belakangan ini.
 
"Setahu saya Mas Menteri di tahun 2020 pernah dengan gagahnya bilang bahwa kebijakan zonasi adalah 'silent revolution'. Nah, sekarang kenapa malah bilang kena getahnya. Jangan cuci tangan gitu lah," ujar Ubaid kepada Medcom.id, Minggu, 30 Juli 2023.

Silent Revolution

Pada 2020 lalu, Nadiem pernah mengatakan, PPDB yang menggunakan sistem zonasi merupakan bentuk revolusi senyap (silent revolution). Menurut Nadiem dengan PPDB Zonasi, peserta didik yang berasal dari keluarga kurang mampu bisa masuk ke sekolah-sekolah negeri.

Tidak seperti di tahun-tahun sebelumnya, sekolah negeri identik dengan sekolah favorit yang didominasi peserta didik dari kalangan masyarakat ekonomi mampu.  Pasalnya, untuk masuk ke sekolah favorit diseleksi berdasarkan nilai atau prestasi akademik, sehingga orang tua pun berlomba-lomba untuk memasukkan anak-anaknya ke sekolah negeri dengan memfasilitasi belajar tambahan di lembaga-lembaga les berbayar.
 
Akibatnya, siswa miskin yang tidak mampu membayar biaya les, seringkali tertinggal dalam mengejar nilai pelajaran, sehingga nilainya tidak sebagus siswa-siswa dari ekonomi mampu.  Alhasil, saat PPDB siswa miskin ini ada kecenderungan untuk tersisih dari persaingan, sekalipun jarak tempat tinggalnya dari sekolah negeri hanya sepelemparan batu.
 
Peserta didik miskin ini akhirnya terpaksa mencari sekolah swasta yang jauh dari tempat tinggalnya, bahkan berbayar dan tidak murah.  

Andil Nadiem 

Menurut Ubaid, keruwetan PPDB Zonasi ini justru terdapat andil Nadiem sebagai Mendikbudristek penerus Muhadjir Effendy yang kini menjadi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK). "Zonasi jadi ruwet begini, tentu Mas Menteri punya andil, coba tengok Permendikbud nomor 1 tahun 2021, sumber masalahnya ada di situ," ungkap Ubaid.
 
Permendikbud nomor 1 tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan. Menurut Ubaid, di dalam Permendikbudristek tersebut tercantum adanya sistem zonasi namun diseleksi.
 
"Di situ ada sistem zonasi tapi diseleksi, ya pasti ricuh," tegas Ubaid.
 
Menurut Ubaid, sebagai menteri yang meneruskan estafet mendikbud sebelumnya, memiliki konsekuensi. Jika ingin melanjutkan kebijakan PPDB Zonasi maka poin-poin yang positif harus diteruskan. 
 
Sedangkan jika dinilai ada hal-hal yang kurang pas, maka bukan tidak mungkin untuk dihilangkan.  Menurut Ubaid, dengan jabatannya sebagai Mendikbudristek, Nadiem jelas memiliki kewenangan untuk membawah kebijakan PPDB Zonasi ke arah yang lebih baik.
 
Menurut Ubaid, jika memang ada faktor-faktor dalam kebijakan zonasi yang berpotensi menimbulkan kericuhan di lapangan, maka tinggal dihilangkan penyebabnya.  "Kalau mau continuity, teruskan yang baik, hilangkan yang buruk," tandasnya.

Kuota Bangku Sekolah Negeri Minim

Menurutnya yang kini harus menjadi perhatian pemerintah, khususnya Nadiem adalah ketersediaan kuota bangku sekolah negeri yang minim.  "Yang buruk itu kan ketersediaan bangku negeri yang minim, kenapa terus dipertahankan? Mestinya kan diperluas dan disediakan bangku sejumlah kebutuhan," terangnya.
 
Hal ini pula menurut Ubaid yang sebenarnya menjadi tujuan awal dari kebijakan zonasi itu sendiri, seiring sejalan dengan langkah mengurangi kesenjangan akses pendidikan antar jenjang pendidikan.  Salah satunya dengan secara bertahap menambah kuota sekolah negeri dengan membangun sekolah negeri baru atau menambah ruang kelas baru.

Sinergitas Kemendikbudristek dan PUPR Lemah

Namun menurut Ubaid, pembangunan unit sekolah baru maupun ruang kelas baru ini tidak terintegrasi antara Kemendikbudristek dan Kementerian PUPR.  Seperti diketahui, sejak 2019  lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan seluruh pembangunan infrastruktur pendidikan tidak lagi ditangani oleh Kemendikbudristek.
 
Seluruh pekerjaan fisik pembangunan infrastruktur pendidikan akan dilimpahkan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).  Termasuk pembangunan gedung sekolah dan laboratorium.
 
"Saya belum melihat adanya sinergitas antarpihak tersebut (Kemendikbudristek dan PUPR) untuk memikirkan bagaimana mengatasi masalah kekurangan bangku di sekolah negeri ini," tandas Ubaid. 
 
Sebelumnya, Nadiem Makarim mengaku kena getah dari kebijakan Mendikbud sebelumnya, Muhadjir Effendy terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi.  Nadiem menegaskan, kebijakan zonasi yang setiap tahunnya menuai kisruh tersebut bukan kebijakannya.
 
"Itu kebijakan sebelumnya, Pak Muhadjir. Tapi itu kita sebagai satu tim merasa ini adalah suatu kebijakan yang sangat penting, meski sudah pasti bakal merepotkan saya," ujar Nadiem saat acara Ngobrol Publik bertajuk "Semua Punya Peran Nyata untuk Pendidikan", di acara Belajaraya 2023, di Pos Bloc, Jakarta Pusat, Sabtu, 29 Juli 2023. 
 
Baca juga:  Soal Kisruh PPDB Zonasi, Nadiem: Itu Kebijakan Pak Muhadjir Effendy

Baca juga:  Nadiem Curhat Kebijakannya Selalu Diprotes, Sempat Enggak 'Pede' Bikin Program

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan