Ilustrasi belajar. Medcom.
Ilustrasi belajar. Medcom.

Dampak Runtuhnya Uni Soviet bagi Negara Eropa dan Indonesia

Medcom • 11 April 2022 22:57
Jakarta: Perang Dingin merupakan konflik yang terjdi antara kubu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Bukan serangan fisik, konflik yang terjadi sejak 1947 ini melibatkan perang ideologi. Akibatnya, Uni Soviet bubar sebagai negara pada 25 Desember 1991.
 
Fenomena ini tentu membawa sejumlah dampak, baik bagi negara di Eropa sendiri maupun Indonesia. Lantas, apa sajakah itu? Dikutip dari Zenius, berikut ulasannya:

Dampak bagi negara Eropa

Runtuhnya Uni Soviet sebagai negara super power menghasilkan dampak yang juga tergolong ‘super’, mulai dari bidang ekonomi, sosial, hingga politik. Dampak ini bahkan dirasakan seluruh dunia, tak terkecuali belahan bumi Eropa.
 
Pengaruh tersebut ada yang berkonotasi positif dan negatif, antara lain:

1. Lahir 15 negara baru

Sebelum Uni Soviet mengalami gonjang-ganjing, negara federasi itu terdiri dari 15 republik. Negara-negara tersebut ialah Armenia, Azerbaijan, Belarusia, Estonia, Georgia, Kazakhstan, Kirgistan, Latvia, Lituania, Moldova, Rusia, Tajikistan, Turkmenistan, Ukraina, dan Uzbekistan.

Selama proses runtuhnya Uni Soviet, beberapa negara mulai memisahkan diri dan menyatakan kemerdekaan. Tiga negara pertama yang menyatakan merdeka dan berdaulat adalah Latvia, Estonia, serta Lituania.
 
Kemerdakaan yang dideklarasikan pada 1989 itu menyatakan bahwa tiga negara tersebut tidak berhubungan lagi dengan Uni Soviet. Beberapa waktu kemudian, saat Uni Soviet perlahan runtuh, 12 negara lainnya mulai menyatakan kemerdekaan.

2. Berdiri Commonwealth of Independent States (CIS)

Setelah negara-negara pecahan itu berdaulat, sejumlah pemimpin berniat menyatakan lepasnya negara mereka dari Uni Soviet. Alhasil, pada 8 Desember 1991, Presiden Rusia Boris Yeltsin, Presiden Ketua Parlemen Belarusia Stanislau Shushkevich, dan Presiden Ukraina Leonid Kravchuk bertemu di Viskuli, Belarusia untuk menyepakati Perjanjian Belavezha.
 
Perjanjian tersebut menyatakan bahwa Uni Soviet sudah tak ada lagi dan bubar sebagai negara federasi. Selain itu, ketiga negara ini juga mendirikan organisasi baru bernama Commonwealth of Independent States (CIS).
 
Ada dua tujuan utama pembentukan CIS. Pertama, menyatakan Uni Soviet sudah bubar. Kedua, menjadi wadah kerja sama negara-negara bekas Uni Soviet di berbagai bidang, mulai dari ekonomi, hukum, sampai keamanan.
 
Beberapa hari setelah dicetuskan, lebih tepatnya pada 21 Desember 1991, delapan negara eks-Uni Soviet lainnya bergabung dengan CIS. Mereka adalah Azerbaijan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Moldova, Turkmenistan, Tajikistan, dan Uzbekistan.
 
Berlokasi di Alma-Ata, Kazakhstan, negara-negara tersebut menandatangani Alma-Ata Protocol sebagai bentuk komitmen bergabung dengan CIS. Kesepakatan ini sekaligus menandakan peresmian CIS.

3. Berakhirnya perang dingin

Seiring dengan runtuhnya Uni Soviet, Perang Dingin pun dinyatakan berakhir. Mundurnya Gorbachev sebagai Presiden Uni Soviet pada 25 Desember 1991 menjadi tanda kemenangan AS dalam Perang Dingin.
 
Hal ini membuat AS tak lagi memiliki saingan sebagai negara adidaya. Sebab, Uni Soviet selaku negara super power sudah resmi bubar. AS pun jadi negara nomor satu di dunia kala itu.

4. Krisis ekonomi

Setelah Uni Soviet runtuh, kondisi ekonomi di Eropa Timur makin tidak stabil. Bahkan, Produk Nasional Bruto di belahan bumi itu turun sebesar 20 persen.
 
Salah satu dampak terparah terjadi di Polandia. Menurut data The World Bank, Polandia rugi 11,69 juta dolar AS dalam setahun. Kerugian itu tak kunjung mengalami perubahan hingga 1993.
 
Negara lain seperti Rumania, Hungaria, dan Cekoslovakia juga bernasib sama seperti Polandia. Sedangkan, Armenia dan Tajikistan berjuang keras dalam menghadapi warganya yang dilanda kemiskinan. Ekonomi Eropa Timur baru bangkit lagi sekitar 1993.

5. Menguatnya Rusia dan berkembangnya praktik korupsi

Ketika Gorbachev mengundurkan diri sebagai presiden Uni Soviet, dia menyerahkan senjata nuklir dan kekuasaanya kepada Presiden Rusia, Boris Yeltsin. Serah terima itu membuat Rusia menguat, telebih Moskow dulunya merupakan pusat pemerintahan Uni Soviet.
 
Yeltsin pun mulai mengambil aksi sebagai presiden negara merdeka. Beberapa kebijakannya antara lain menghilangkan unsur Komunis di Rusia, mengalihkan aset pemerintah menjadi milik swasta, dan membebaskan ekspor-impor secara global yang sebelumnya dibatasi oleh Uni Soviet.
 
Namun, sistem tersebut justru membuat biaya hidup meningkat. Hingga akhirnya, terjadi inflasi dan warga Rusia dilanda kemiskinan. Pada titik inilah, Negeri Beruang Putih itu penuh dengan praktik korupsi.

6. Hancurnya sistem komunisme

Hancurnya ideologi komunisme di Eropa Timur tidak serta-merta terjadi begitu saja, melainkan secara bertahap. Salah satunya, ditandai dengan runtuhnya Tembok Berlin.
 
Setelah Uni Soviet bubar dan Perang Dingin dimenangkan AS, negara-negara Eropa Timur makin terpapar ideologi barat. Alhasil, warga Eropa Timur mulai menerapkan liberalisme dan kapitalisme yang lantas membuat sistem komunisme perlahan menghilang.

Dampak bagi Indonesia

Tak cuma negara tetangga Uni Soviet yang terdampak, melainkan juga Indonesia. Beberapa efek runtuhnya Uni Soviet yang dirasakan Tanah Air ialah:

1. Berkembangnya liberalisme dan kapitalisme

Kapitalisme di Indonesia sejatinya sudah ada sejak awal Orde Baru, lebih tepatnya sekitar 1966. Kebijakan kala itu memang cenderung mengarah ke barat, di mana terkenal sebagai kapitalis dan liberalis.
 
Memasuki awal 1990-an, sistem liberalisme dan kapitalisme makin terasa nyata di Indonesia, terutama dalam hal ekonomi. Menurut buku Krisis Ekonomi dan Masa Depan Reformasi (1998), pemerintah Indonesia lebih mengandalkan pemodal asing dan sektor swasta untuk menggerakkan ekonomi.
 
Bank-bank swasta juga bermunculan di Indonesia. Hingga akhirnya, utang negara ke perusahaan swasta luar negeri kian menumpuk yang lantas berimbas pada tumbangnya Orde Baru.
 
Meski Orde Baru telah runtuh, bukan berarti Indonesia terlepas dari sistem liberalisme dan kapitalisme. Liberalisasi ekonomi masih berjalan sampai sekarang. Contoh sederhananya adalah privatisasi BUMN, di mana aset yang semula milik negara bisa dijual ke swasta nasional maupun asing.

2. Terjun ke perdagangan bebas

Di sisi lain, berkembangnya liberalisme membawa dampak positif bagi Tanah Air. Sistem ini mendorong Indonesia untuk masuk ke perdagangan bebas, di mana negara-negara bisa bebas ekspor-impor.
 
Awal mula partisipasi Indonesia ke dalam pasar bebas dimulai sejak menjadi anggota ASEAN pada 8 Agustus 1967. Negara ini kemudian mempertegas posisinya dalam perdagangan bebas dengan menjadi salah satu peserta Asean Free Trade Area (AFTA) pada 1992.
 
Selain itu, pada 2016 lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin selaku bagian dari Eurasian Economic Union (organisasi kerja sama perdagangan bebas antara Eropa dan Asia), mengajak Indonesia untuk membuat perjanjian perdagangan bebas bernama Free Trade Agreement. (Nurisma Rahmatika)
 
Baca: Dampak Positif dan Negatif Pendudukan Jepang di Indonesia
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan