Panja Pembiayaan Pendidikan, lanjutnya, merupakan salah satu bentuk fungsi pengawasan DPR terhadap pengelolaan anggaran pendidikan oleh pemerintah. Menurutnya, panja itu akan menghasilkan rekomendasi pengelolaan anggaran pendidikan yang lebih efektif dan efisien.
"Kami berharap hasil atau rekomendasi dari panja ini menjadi asumsi dasar pengelolaan anggaran pendidikan dalam RAPBN 2025. Dengan demikian, tahun depan kita sudah bisa punya skema pengelolaan biaya pendidikan yang bisa memastikan layanan pendidikan murah dan berkualitas,” kata Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda, dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Minggu, 19 Mei 2024.
Huda menilai, terjangkaunya biaya kuliah atau UKT di perguruan tinggi, utamanya PTN menjadi hal yang penting. Sebab ini untuk mewujudkan visi Indonesia Emas pada 2045 mendatang.
"Meskipun pendidikan tinggi bersifat tersier, namun saat ini urgen dibutuhkan, mengingat Indonesia mempunyai target mewujudkan Indonesia Emas di 2045," kata Huda.
Menurut Huda, Indonesia yang telah menerapkan mandatory spending sebesar 20 persen dari APBN untuk anggaran pendidikan seharusnya tidak membuat biaya pendidikan tinggi semakin mengalami peningkatan. Utamanya seperti yang terjadi beberapa waktu terakhir.
Ia mengatakan, pada tahun ini sebesar Rp665 triliun dari APBN dialokasikan untuk membiayai sektor pendidikan Tanah Air. “Maka agak aneh ketika komponen biaya pendidikan dari peserta didik kian hari meroket, padahal alokasi anggaran pendidikan dari APBN juga relatif cukup besar,” katanya.
Sebelumnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mencoba meluruskan, bahwa UKT tidak mengalami kenaikan, melainkan terdapat penambahan kelompok UKT di beberapa PTN.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie menuturkan penambahan kelompok UKT itu dilakukan oleh beberapa PTN untuk memberikan fasilitas pada mahasiswa dari keluarga mampu.
“Jadi bukan menaikkan UKT, tapi menambahkan kelompok UKT menjadi lebih banyak, karena untuk memberikan fasilitas kepada mahasiswa-mahasiswa dari keluarga yang mampu,” katanya.
Tjitjik lalu menjelaskan permasalahan terjadi karena kampus memberikan lompatan biaya UKT sangat besar, yang biasanya terjadi mulai dari UKT golongan empat ke golongan lima dan seterusnya dengan besaran rata-rata lima sampai 10 persen.
Hal tersebut menjadi polemik hingga terjadi gelombang demonstrasi mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) beberapa waktu belakangan ini di sejumlah daerah.
Meski demikian pemerintah telah mengatur bahwa di setiap PTN wajib ada UKT golongan satu dan UKT golongan dua minimal sebanyak 20 persen untuk menjamin masyarakat yang tidak mampu tetap mendapat mengakses pendidikan tinggi berkualitas.
Baca juga: Bikin Adem, Rektor Jamin UKT Unand Tidak Naik
|
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News