Rektor IPB University, Arif Satria, menyebut sikap memohon maaf dan saling memaafkan secara tulus hanya bisa terjadi kalau kita memiliki rasa kasih sayang. Saling mengasihi dan menyayangi adalah turunan dari sifat Allah yang dalam Asmaul Husna dikenal dengan Ar-Rahman dan Ar-Rahiem.
Dua kata yang saling terkait tersebut selalu kita lafaskan saat akan memulai sesuatu. Dari berbagai tafsir, termasuk Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Abd Al-Badr, pengertian Ar Rahman dan Ar Rahiem selalu dikaitkan dengan dua jenis rahmat.
Pertama, rahmat yang bersifat universial atau umum, yakni rahmat yang diberikan Allah kepada seluruh makhluk hidup. Kedua, rahmat yang bersifat khusus, yakni hanya diberikan kepada orang-orang beriman.
"Kita diberi nikmat iman dan tidak semua manusia merasakan nikmat ini. Kita menjadi orang beragama dan diberi fasilitas berhubungan dengan Sang Maha Pencipta untuk memohon ampunan, memohon petunjuk, serta memohon doa tentang apa pun yang kita minta. Dan Allah pun memberi pahala, ampunan, dan menyiapkan kehidupan baru yang abadi di akhirat nanti," kata Arif saat menyampaikan khotbah Idulfitri 1445 Hijriah dalam keterangan tertulis, Kamis, 11 April 2024.
Arif menuturkan Allah Swt memberikan rahmat duniawi yang sama kepada seluruh umat manusia di dunia. Namun, ada negara-negara yang sudah maju maupun tidak.
Salah satu ukuran kemajuan adalah peringkat inovasi global. Berdasarkan Global Innovation Index 2023 yang dikeluarkan oleh World Intellectual Property Organization (WIPO), Indonesia berada di urutan ke-61 dari 132 masih kalah dari negara-negara ASEAN.
Arif menyebut yang membedakan kita dengan mereka adalah pada kemauan dan kemampuan mensyukuri rahmat tersebut. Mereka mensyukuri rahmat dengan menciptakan IPTEK baru, kerja keras, kerja cerdas, tata kelola yang baik, serta integritas tinggi.
"Padahal kunci kemajuan yang mereka pegang itu sudah dikenalkan dalam Al-Qur'an. Buktinya umat Islam pun bejaya pada Abad 8 Masehi dengan kejayaan Dinasti Abbasiyah di saat Harun Ar Rasyid (786-809 M) dan Al Ma mun (813-833 M) berkuasa," tutur dia.
Salah satu titik kemajuan IPTEK waktu itu dimulai dengan dibangunnya Baitul Hikmah, yaitu perpustaaan besar, pusat penerjemahan, dan Lembag penelitian. Gerakan penerjemahan karya-karya Yunani kuno, India, dan Persia ke dalam Bahasa Arab juga dilakukan secara masif.
Saat itu, bermunculan ilmuwan baru Jabir Ibnu Hayyan peletak dasar Kimia, Ibnu Sina untuk kedokteran, Al Khawarizmi untuk matematika, dan lain sebagainya sebagai peletak dasar kemajuan ilmu pengetahuan modern.
"Oleh karena itu, saya mengajak jemaah semua untuk mensyukuri rahmat yang universal tersebut dengan memperkuat tanggung jawab moral untuk membangun umat ini dengan mengerahkan seluruh kekuatan sebagaimana dicontohkan era Bani Abbasiyah. Dalam kehidupan duniawi ini prinsip sunatullah harus senantiasa kita pegang: "man jadda wajada"," ajak Arif.
Dia mengatakan untuk meraih kemajuan serta mengejar ketertinggalan dari bangsa lain, kita harus bekerja keras. Setidaknya, ada dua ciri masyarakat yang harus kita perkuat untuk meraih kemajuan, yakni masyarakat pembelajar (learning society) dan masyarakat terpercaya (high trust society).
Pertama, memperkuat masyarakat pembelajar. Masyarakat pembelajar adalah fondasi majunya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Apalagi, hari ini kita merasakan cepatnya perubahan akibat Revolusi Industri 4.0. Hasil studi Linkedin Learning Center menunjukkan dalam lima tahun, skill atau kompetensi yang kita miliki hanya bisa bertahan 66 persen.
Artinya, ada sepertiga skill yang tidak relevan lagi terhadap tuntutan zaman. Hanya orang yang berjiwa pembelajarlah yang akan mampu adaptif terhadap perubahan.
"Jiwa pembelajar adalah prasyarat untuk meniru sifat Allah dalam Asmaul Husna, yaitu Al-Baadi, yang artinya memperkenalkan dan menciptakan sesuatu yang baru yang belum pernah ada. Ini adalah sifat dasar inovator," tutur dia.
Mentalitas untuk meniru Al-baadi adalah fondasi bagi tumbuhnya inovasi. Oleh karena itu, menghayati sifat Al-baadi menjadi keniscayaan kita semua agar kultur inovasi tumbuh kuat pada masyarakat.
Hal ini mengingat inovasi adalah kunci kemajuan sebuah bangsa. Mentalitas inovator adalah ciri masyarakat pembelajar. Orang-orang yang berinovasi selalu memiliki kreativitas dan cita-cita.
Umumnya, mereka hidup dengan pola pikir positif penuh optimisme. Karena punya visi dan cita-cita, inovator sejati juga selalu diringi dengan kegigihan yang tinggi dalam bekerja (grit) untuk mewujudkan ide-ide kreatif, sehingga mau tidak mau harus mampu menciptakan kerja-kerja berkualitas.
"Bukankah Al-Qur'an selalu memerintahkan kita untuk beramal soleh dan mampu menciptakan kerja yang berkualitas (ahsanu amala)?" tutur Arif.
Kedua, terciptanya masyarakat tepercaya (high trust society). Arif menyebut di berbagai kesempatan selalu mengutip Francis Fukuyama yang mengatakan kemajuan ekonomi suatu bangsa ditentukan oleh modal sosial, dan komponen modal sosial yang penting adalah kepercayaan.
Masyarakat dengan rasa saling percaya tinggi umumnya dilandasi oleh integritas setiap individu dan kunci integritas ini adalah kejujuran. Allah Swt selalu menegaskan tentang pentingnya kejujuran ini.
Dalam masyarakat yang tergolong high trust society tersebut, kreativitas akan semakin terbuka, inovasi semakin berkembang, dan akhirnya ekonomi akan semakin tumbuh. Karena itu, ciri majunya sebuah bangsa adalah adanya masyarakat tepercaya.
Padahal, kata dia, Ramadan telah mengajarkan tentang prinsip kejujuran. Sehingga, selama bulan Ramadan tingkat kepercayaan kita pada orang lain semakin tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan sebelum atau setelah Ramadan.
"Oleh karena itu, marilah kita jadikan Ramadan dan Idulfitri sebagai momentum untuk membangun masyarakat tepercaya dan kemudian kita terapkan secara konsisten pada bulan-bulan lainnya, dengan senantiasa meningkatkan integritas kita," kata Arif.
Arif menekankan Islam mengajarkan untuk bergerak maju dengan setidaknya berbasis pada dua ciri masyarakat tersebut, yaitu masyarakat pembelajar dan masyarakat tepercaya. Hal ini karena semuanya sebenarnya bersumber dari Al-Qur'an.
"Marilah kita terus gali nilai-nilai Al-Qur'an sebagai sumber nilai untuk kemajuan. Marilah kita gali nilai-nilai Al-Qur'an untuk meraih kejayaan. Allah sudah memberikan rahmat kepada kita, berupa rahmat terindah yaitu Al-Qur'an dan Sunah Nabi yang mesti kita jadikan inspirasi dan petunjuk dalam menciptakan masyarakat adil dan makmur yang diridai Allah Swt," tutur Arif.
Baca juga: Momen Idulfitri, Wapres Ajak Doakan Saudara Muslim di Lokasi Konflik |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News