Acara ini hadir menjadi ruang untuk mengedukasi, menginspirasi, dan memberdayakan generasi muda di industri kreatif. Melalui talkshow, workshop, exhibition, dan kompetisi, peserta diperkenalkan pada strategi kreatif dan teknologi terbaru yang relevan dengan kebutuhan industri periklanan saat ini dan perkiraan di masa yang akan datang.
Hari pertama AWF 2025 membawakan tema yaitu “From Beginner to Influencer”, yang dimulai dengan sambutan dari Project Officer AWF 2025, M. Yazid Saputra. Dalam sambutannya ia menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah mendukung terselenggaranya acara ini serta menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi tantangan dan peluang di industri kreatif.
Sambutan dilanjutkan oleh Kepala Program Studi Periklanan Kreatif, Program Pendidikan Vokasi, Universitas Indonesia, Ibu Nailul Mona, S.I.Kom., M.Si. yang menyoroti peran strategis Pendidikan Vokasi dalam mencetak talenta kreatif yang siap bersaing di pasar global.
Direktur Program Pendidikan Vokasi, Universitas Indonesia, Bapak Padang Wicaksono, S.E., Ph.D menambahkan bahwa sektor kreatif kini menjadi pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
Workshop "The Creative Process of Making Content" yang dibawakan oleh Ibu Farah Dina dari MetroTV Digital Hub pada Advertising Week Festival 2025, membuka mata para peserta tentang betapa pentingnya memahami lanskap media sosial saat ini dan bagaimana menyesuaikan diri dengannya.
Farah memulai dengan data menarik: orang Indonesia rata-rata membuka HP 82 kali sehari. Platform yang paling sering diakses? TikTok, YouTube, dan Instagram. Bahkan, 40,3% dari waktu pengguna digunakan untuk menonton konten streaming—utamanya video musik.
"Tak heran jika generasi sekarang banyak mengandalkan platform digital untuk belajar hingga berekspresi," katanya.
Menurut Farah, membuat konten tak bisa asal jadi. Konten yang baik harus relevan dengan tren, baik lokal maupun global. Misalnya, ketika tren lebaran bergeser ke model baju tertentu, itu bisa jadi peluang konten.
Tapi sebelum itu, kreator perlu melakukan riset mendalam: siapa audiensnya, apa minat mereka, dan seperti apa format konten yang mereka konsumsi. Dalam sesi tanya jawab, seorang peserta bertanya tentang rasa minder saat bersaing dengan konten kreator besar.
Farah menegaskan bahwa semua orang punya titik awal. Kuncinya adalah berani mulai, konsisten, dan tetap sopan.
Tak kalah penting, etika digital. Farah mengingatkan, hindari SARA, propaganda, atau menyebar video hoaks. Ia mencontohkan bagaimana video banjir tahun 1997 bisa viral kembali karena tidak ada klarifikasi waktu.
Kreator perlu bijak memilah informasi, agar tak justru menjadi penyebar disinformasi. Menutup sesi, Ibu Farah mengajak peserta langsung praktik membuat konten selama 15 menit. Mereka diminta untuk memposting dengan tagar #AWFUIxMedcom dan mention ke akun resmi acara.
Semua peserta antusias menuangkan ide kreatifnya lewat video singkat, membuktikan bahwa ponsel di tangan bisa jadi alat produksi yang powerful.
Keberhasilan sektor ekonomi kreatif bukan milik perorangan atau lembaga semata, melainkan hasil sinergi berbagai pihak. Dengan semangat kolaborasi, antara Program Studi Periklanan Kreatif Vokasi Universitas Indonesia melalui Advertising Week Festival Universitas Indonesia, dengan Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia diharapkan dapat menguatkan sinergi dan ekosistem industri kreatif di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News