Permohonan uji materi tersebut diajukan untuk Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sehingga pandangan saya, kalau ada yang men-challenge di MK, monggo silakan. Justru di situlah kita saling uji, ya saling uji apakah yang disampaikan itu memang benar-benar memberatkan dan bertentangan dengan undang-undang dasar 45 atau justru sebaliknya," kata Nuh dalam Seminar Forkom LAM bertema “Perjalanan Lembaga Akreditasi Mandiri Teknik dan Infokom” di Jakarta, Rabu, 23 Juli 2025.
Nuh merupakan menteri yang saat menjabat turut membidani lahirnya UU nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, di mana di dalamnya terdapat pasal yang membahas tentang Lembaga Akreditasi Mandiri. Nuh menegaskan, keberadaan LAM sangat penting dan merupakan sebuah keniscayaan dalam upaya menjaga kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
Keberadaan LAM juga tak sekadar karena pasal ini masuk di dalam Undang-Undang 12 tahun 2012. "Tetapi memang esensinya perlu, bukan hanya perlu, tapi juga penting. Siapa yang menjamin kualitas dari sebuah perguruan tinggi atau dari program studi, kalau semuanya dibebankan kepada pemerintah? Pemerintah pun juga punya keterbatasan," tegas Nuh.
Keberadaan LAM ini, juga untuk melindungi masyarakat dan perguruan tinggi itu sendiri. Lebih luas lagi, kata Nuh LAM juga menjadi bagian dari Interoperabilitas dengan lembaga-lembaga masyarakat dunia. "Karena ada standar yang sudah kita jaga," kata mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ini.
Baca juga: Selamat! Prodi S1 Bisnis Digital FEB UNJ Raih Akreditasi 'Unggul' dari LAMEMBA |
Sebelumnya, permohonan uji materi diajukan Badan Kerja Sama Dekan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Negeri se-Indonesia bersama sejumlah dosen dan mahasiswa. Mengutip dari laman Mahkamah Konstitusi, dalam permohonannya, para pemohon mempertanyakan keberadaan dua lembaga yang bertugas melakukan akreditasi, yaitu pemerintah melalui Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) serta Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM).
Menurut para penggugat, keberadaan dua entitas ini berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan hingga perbedaan standar dan metode penilaian yang membingungkan perguruan tinggi dan program studi. Hal ini juga dinilai dapat melemahkan efektivitas sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi secara keseluruhan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News