"Tidak ada satu pun kata dalam Permen PPKS ini yang menunjukkan bahwa Kemendikbudristek memperbolehkan perzinaan. Tajuk di awal Permendikbudristek ini adalah pencegahan, bukan pelegalan," tegas Plt. Dirjen Diktiristek Nizam, dalam keterangannya, Selasa, 9 November 2021.
Nizam menekankan, fokus Permendikbudristek tentang PPKS adalah pencegahan dan penindakan atas kekerasan seksual. Dengan begitu, definisi dan pengaturan yang diatur dalam peraturan ini khusus untuk mencegah dan mengatasi kekerasan seksual.
Saat ini, kata Nizam, beberapa organisasi dan perwakilan mahasiswa menyampaikan keresahan dan kajian atas kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi yang tidak ditindaklanjuti oleh pimpinan perguruan tinggi. Menurut dia, kebanyakan dari korban takut melapor dan kejadian kekerasan seksual menimbulkan trauma bagi korban.
"Hal ini menggambarkan betapa mendesak nya peraturan ini dikeluarkan," ujarnya.
Ia mengatakan, kehadiran Permendikbudristek PPKS merupakan jawaban atas kebutuhan perlindungan dari kekerasan seksual di perguruan tinggi yang disampaikan langsung oleh berbagai mahasiswa, tenaga pendidik, dosen, guru besar, dan pemimpin perguruan tinggi. Kekerasan seksual di sektor pendidikan tinggi dinilai menjadi kewenangan Kemendikbudristek.
"Sebagaimana ruang lingkup dan substansi yang tertuang dalam Permendikbudristek tentang PPKS ini," ujarnya.
Baca: Permendikbudristek Penanganan Kekerasan Seksual Dinilai Tak Jelas Dasar Hukumnya
Nizam menekankan Kemendikbudristek wajib memastikan setiap penyelenggara pendidikan maupun peserta didiknya dapat menjalankan fungsi tri dharma perguruan tinggi. Serta, dapat menempuh pendidikan tingginya dengan aman dan optimal tanpa adanya kekerasan seksual.
Nizam menjelaskan bahwa Permendikbudristek PPKS dirancang untuk membantu pimpinan perguruan tinggi dan segenap warga kampus dalam meningkatkan keamanan lingkungan dari kekerasan seksual. Lalu, menguatkan korban kekerasan seksual yang masuk dalam ruang lingkup dan sasaran Permen PPKS ini, dan mempertajam literasi masyarakat umum akan batas-batas etis berperilaku di lingkungan perguruan tinggi Indonesia, serta konsekuensi hukumnya.
"Moral dan akhlak mulia menjadi tujuan utama pendidikan kita sebagaimana tertuang dalam UUD, UU 20/2003, UU 12/2012, dan berbagai peraturan turunannya. Termasuk Permendikbud No 3/2020 tentang standar nasional pendidikan tinggi," tutur Nizam.
Seperti diberitakan, sebanyak 13 Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam yang tergabung dalam Majelis Ormas Islam (MOI) meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim mencabut Permendikbudristek 30/2021. Aturan tersebut dinilai peraturan tersebut telah meresahkan umat Islam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News