Penetapan ini meliputi kategori cagar budaya yakni benda, situs, struktur, bangunan dan kawasan. Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana berharap penetapan ini dapat meningkatkan kesadaran pentingnya pelestarian warisan budaya dan sejarah di Kabupaten Kediri.
"Alhamdulillah dan terima kasih atas penetapan ini. Ke depan kami juga akan mendorong pariwisata di Kabupaten Kediri dan menguatkan tagline Kediri Berbudaya," kata Hanindhito dikutip dari laman Antara, Kamis, 29 Agustus 2024.
Ketua Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kabupaten Kediri (DK4), Imam Mubarok, menyambut baik penetapan Gereja Pohsarang sebagai Cagar Budaya Nasional. Dia mengingatkan ketika sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, ada hal-hal yang perlu diperhatikan dan tak bisa sembarangan.
"Ini luar biasa sudah ada penetapan. Yang perlu diperhatikan ada aturan main ketika sudah ada penetapan cagar budaya struktur tingkat nasional. Misal ketika ada pembangunan di lokasi gereja ataupun pembenahan harus izin ke Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi c/q Kebudayaan dan surat bisa dikirim melalui BPK Wilayah XI," kata Gus Barok.
Sejarah Gereja Pohsarang
Gereja Pohsarang didirikan pada tahun 1936 oleh Romo Jan Wolters CM. Gereja dirancang oleh arsitek Ir Henri Maclaine Pont, yang dikenal karena memadukan gaya arsitektur Jawa.Keindahan arsitektur Gereja Pohsarang melekat pada dua nama, yakni arsiteknya Ir Maclaine Pont dan pasturnya Romo Jan Wolters CM.
Romo Wolters sebagai inisiator memberi roh pengertian mendalam tentang makna sebuah bangunan gereja dengan banyak simbolisme untuk katekese iman Katolik. Dalam konteks karya misi Gereja Katolik di Keuskupan Surabaya, Romo Wolters dikenal sebagai 'rasul Jawa' bersama Romo van Megen CM dan Romo Anton Bastiaensen CM.
Dia disebut 'rasul Jawa' karena sebagai misionaris Belanda sangat mencintai dan menghormati orang Jawa, bahasa Jawa dan kebudayaan, serta nilai-nilai kejawaan.
Romo Jan Wolters CM adalah pastor di paroki Kediri pada waktu itu. Ir Maclaine Pont juga yang menangani pembangunan museum di Trowulan, Mojokerto, yang menyimpan peninggalan sejarah Kerajaan Majapahit.
Gus Barok mengatakan bangunan Gereja Pohsarang mirip dengan bangunan Museum Trowulan, Mojokerto. Namun, gedung museum di Trowulan sudah hancur pada tahun 1960 karena kurang dirawat dengan baik sebab kurangnya dana untuk pemeliharaan dan perawatan.
Romo Wolters kemudian meminta agar sedapat mungkin digunakan budaya lokal dalam membangun gereja di stasi Pohsarang, yang merupakan salah satu stasi dari Paroki Kediri pada waktu itu.
Dilansir dari cagarbudayajatim.com, Gereja Santa Maria Pohsarang memiliki bentuk arsitektur yang unik serta bahan-bahan bangunannya menggunakan unsur-unsur lokal dan menggunakan bahan-bahan lokal. Di samping itu, Henricus Maclaine Pont juga memasukkan unsur-unsur budaya Jawa, budaya Batak-Karo, dan unsur Hindu-Budha.
Unsur-unsur tersebut dipadukan dan disesuaikan dengan konsep arsitektur bangunan gereja Katolik sehingga menghasilkan bangunan yang unik. Perpaduan keberagaman konsep ruang dan bentuk baik lokal maupun konsep barat (Eropa) tersebut yang menjadikan karya Henricus Maclaine Pont ini merupakan salah satu karya arsitektur besar yang menyimpan arti pentingya unsur-unsur lokal bagi sebuah karya arsitektur.
Baca juga: Lestarikan Cagar Budaya, Pura Mangkunegaran Dipercantik |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News