“Saya juga masih sering mendengar miskonsepsi yang menganggap perundungan sebagai cara menguatkan mental peserta didik. Ini adalah miskonsepsi yang sama sekali tidak benar karena pendidikan karakter semestinya tidak dilakukan dengan kekerasan yang bisa membuat anak-anak merasa takut dan trauma,” tegas Nadiem dalam sambutan pada kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Roots Anti Perundungan Angkatan VII dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 21 Juli 2023.
Nadiem menegaskan program Roots Anti Perundungan untuk jenjang SMP, SMA, dan SMK yang telah dilaksanakan sejak 2021 mesti terus dilanjutkan. Dia mengatakan program Roots Anti Perundungan 2023 tidak hanya fokus menyelenggarakan bimtek bagi fasilitator guru (fasgu) tetapi juga memastikan implementasi program Roots di satuan pendidikan.
Dia menuturkan pada 2021, Program Roots telah melatih lebih dari 3.500 fasgu dari 1.800 lebih satuan pendidikan. Tahun 2022, jumlahnya meningkat menjadi lebih dari 10.000 fasgu dari 5.000 lebih satuan pendidikan, lalu di 2023 kepesertaan Roots ditargetkan melibatkan 2.750 satuan pendidikan yang belum pernah mengikuti bimtek.
“Pada tahun ini, selain memperluas Roots menjadi gerakan, Kemendikbudristek berfokus pada pengawasan dan memastikan implementasi program Roots betul-betul terlaksana sehingga kerangka kerja dan tujuan utama dari program ini tercapai,” ujar Nadiem.
Program Roots Anti Perundungan bertujuan memperkuat peran serta tenaga pendidik dan peserta didik dalam pencegahan kekerasan di satuan pendidikan. Bimtek yang diselenggarakan kepada tenaga pendidik akan meningkatkan kapasitas dalam memfasilitasi peserta didik di satuan pendidikan untuk menjadi agen perubahan pencegahan perundungan.
Berdasarkan data yang dihimpun Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek, setelah bimtek sebanyak 79,66 persen tenaga pendidik setuju merasakan dampak hubungan antarwarga satuan pendidikan menjadi semakin positif. Selain itu, hampir semua peserta didik terdorong berani melaporkan kejadian perundungan di sekitarnya.
Di samping itu, 16,55 persen satuan pendidikan mengadaptasi Roots sebagai ekstrakurikuler yang berkelanjutan dan 32,41 persen satuan pendidikan sudah membuat prosedur pelaporan kekerasan (termasuk perundungan) yang ramah peserta didik.
Kemendikbudristek melalui Puspeka bekerja sama dengan Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP), Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta fasilitator nasional (fasnas) untuk memastikan implementasi program Roots Anti Perundungan.
Kepala BBPMP Provinsi Jawa Barat, Sri Wahyuningsih, memastikan pihaknya akan terus mengawal implementasi program Roots Anti Perundungan. Salah satunya, memastikan pengimbasan hasil bimtek yang telah dilaksanakan di Jawa Barat melalui kerja sama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
“Kami akan menindaklanjut teman-teman yang sudah mendapatkan bimtek agar tidak berhenti, tetapi betul-betul diimbaskan kepada tenaga pendidik-tenaga pendidik yang lain di satuan pendidikan masing-masing serta bagi lingkungan satuan pendidikan lainnya. Kami juga akan minta fasgu membagikan pengalaman di dalam sistem yang sedang kami kembangkan supaya pencegahan di Jawa Barat bisa kita kawal bersama-sama,” ujar Sri.
Sementara itu, Analis Pengembangan Kompetensi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Achmad Sundoro, mengungkapkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah memiliki aplikasi “Stopper” atau Sistem Terintegrasi Olah Pengaduan Perundungan untuk pelaporan. Achmad menjelaskan perundungan dapat dilaporkan lewat aplikasi itu.
“Nanti sudah ada jalurnya, kami bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat,” papar dia.
Achmad mencontohkan, apabila terjadi perundungan antar peserta didik, fasilitator tenaga pendidik di satuan pendidikan akan bertindak. Sedangkan, bila perundungan tenaga pendidik ke tenaga pendidik, kepala satuan pendidikan atau pengawas yang akan menangani, termasuk di satuan pendidikan swasta.
Namun, bila terjadi perundungan oleh tenaga pendidik ke kepala satuan pendidikan atau kepala satuan pendidikan dengan pengawas, akan ditangani oleh Dinas Pendidikan.
“Jadi ada perjenjangannya,” jelas Achmad.
Fasilitator Nasional Program Roots dari SMAN 1 Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Yogyakarta, Niken Kurniatun, memastikan tugas dan peran fasilitator nasional tidak berhenti sampai di bimtek Roots. Setelah itu, fasnas dan fasgu tetap menjalin komunikasi melalui aplikasi jejaring pesan WhatsApp.
“Setelah bimtek, tugas kami (fasnas) belum selesai. Kami sepakat dari beberapa kegiatan, baik daring maupun luring grup WhatsApp itu tidak dihapus. Dari grup itulah kami bisa memotivasi dan menyampaikan kepada fasgu untuk dapat berbagi praktik baik. Dari grup itu juga, kami saling berkomunikasi sehingga mengetahui perkembangan mereka,” beber Niken.
Fasilitator Tenaga pendidik dari SMK Kesehatan Purwakarta, Mukhtar Hasanudin, menyebut setelah mengikuti bimtek Roots akan langsung mengimplementasikan program-program anti perundungan di satuan pendidikannya.
“Kami akan mengimplementasikan, akan melaksanakan hasil belajar dari bimtek ini di satuan pendidikan. Bagaimana cara mengajar yang tepat dan efektif sehingga peserta didik di satuan pendidikan tidak mengalami atau terjadi perundungan, termasuk di media sosial,” ujar Mukhtar.
Baca juga: Program Roots Terus Dijalankan Atasi Kekerasan di Satuan Pendidikan |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News