Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono Abdul Ghafur. Foto: Kemenag
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono Abdul Ghafur. Foto: Kemenag

Viral Santri Salafiyah Tidak Dapat Ikut Ujian Kesetaraan, Ini Kata Kemenag

Citra Larasati • 28 Februari 2024 16:51
Jakarta:  Seorang santri pesantren salafiyah 2023 yang belum mendapatkan ijazah, tidak dapat mengikuti ujian Pendidikan Kesetaraan tahun ini sempat viral di media sosial.  Menanggapi hal tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) pun memberikan penjelasannya. 
 
Plt Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono Abdul Ghafur memastikan informasi tersebut tidak benar.  Menurutnya, santri yang diberitakan pada 2023 tidak memeroleh ijazah ternyata sudah mendapatkannya.
 
“Bahkan, saat ini mereka telah menempuh studi pada jenjang Pendidikan kesetaraan selanjutnya,” terang Waryono di Jakarta, Rabu, 28 Februari 2024.

Waryono menjelaskan, ujian kesetaraan nasional tahun ajaran 2023/2024 itu hanya dapat diikuti oleh santri pesantren salafiyah yang memenuhi syarat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam tentang Petunjuk Teknis Ujian pendidikan Kesetaraan pada Pondok Pesantren Salafiah (PPS), baik No. 7231 Tahun 2023 maupun No. 3543 Tahun 2018.
 
“Salah satunya adalah keharusan mengikuti pendidikan pada pesantren dengan formula 6-3-3, yaitu: 6 tahun PPS Ula, 3 tahun PPS Wusta, 3 tahun PPS ‘Ulya,” tegas Waryono.
 
“Sedangkan untuk pembuktian rekaman pendidikan selama di pesantren dicukupkan dengan formula 4-2-2, maksudnya: 4 tahun PPS Ula, 2 tahun PPS Wusta, 2 tahun PPS ‘Ulya,” imbuhnya.
 
Saat ini, kata Waryono, ada 64.800 santri yang memenuhi syarat dan terdaftar dalam Daftar Nominatif Tetap (DNT) Peserta Ujian Pendidikan Kesetaraan Nasional 2024. Jumlah tersebut naik 4.948 santri (7,6 persen) dibandingkan peserta ujian nasional 2023 (59.852 santri).
 
“Mereka telah diverifikasi dan divalidasi melalui lintas aplikasi (EMIS-Kemenag dan DAPODIK-Kemendikbudristek), sehingga rekam jejak NISN santri yang bersangkutan terlihat jelas masa studinya baik di sekolah, madrasah maupun pondok pesantren salafiyah,” ujarnya.
 
“Hingga saat ini, Kementerian Agama belum menerima aduan santri yang terkendala menjadi calon peserta ujian kesetaraan nasional,” sambungnya.
 
Waryono memastikan, mereka yang tidak bisa mengikuti ujian Pendidikan kesetaraan karena tidak memenuhi syarat. Misalnya, tidak memiliki rekaman pendidikan di pesantren, atau masa belajar di pesantren kurang dari dua tahun (rata-rata 1 tahun di kelas akhir di setiap jenjang).
 
“Tentunya, dengan masa belajar yang pendek tersebut mereka belum memiliki kompetensi yang mencerminkan sebagai seorang santri pada pesantren,” pungkasnya.
 
Baca juga: Sistem RPL Memungkinkan Alumni Pesantren Tuntaskan Pendidikan Tinggi dengan Rekognisi

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan