Alat audiometri. DOK ITS
Alat audiometri. DOK ITS

ITS Kolaborasi dengan Unair Kembangkan Alat Pemeriksaan Pendengaran untuk RSUD dr Soetomo

Renatha Swasty • 25 Agustus 2022 15:33
Jakarta: Kementerian Sosial RI mencatat pada 2019, persentase masyarakat dengan gangguan pendengaran di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun, fasilitas ruang pemeriksaan, tenaga ahli, serta alat yang tersedia masih sangat terbatas.
 
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama Universitas Airlangga (Unair) dan RSUD dr Soetomo mengembangkan alat pemeriksaan pendengaran audiometri portable dan sesuai standar kesehatan. Pengembangan diinisiasi Laboratorium Vibrasi dan Akustik (Vibrastik) Departemen Teknik Fisika ITS serta didanai Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
 
Alat audiometri ini dikembangkan untuk memonitor level pendengaran seseorang guna diklasifikasikan sebagai subjek dengan gangguan pendengaran atau berpendengaran normal. “Alat ini memantau ambang batas pendengaran seseorang dan umumnya pendengaran normal berada di 60 desibel (dB),” papar kepala Laboratorium Vibrastik ITS Dhany Arifianto dalam keterangan tertulis, Kamis, 25 Agustus 2022.

Dhany menuturkan alat audiometri dirancang portable dan dapat digunakan di ruang terbuka. Hal ini dilatarbelakangi karena terbatasnya ruang pemeriksaan layak serta pemeriksaan di ruang sempit dapat membahayakan pasien dengan penyakit tertentu seperti pasien Tuberculosis Multi Drug Resistant (TB MDR).
 
“Dengan ini, pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan di mana saja,” kata Dhany.
 
Dia menuturkan alat ukur pendengaran ini juga dirancang user-friendly sehingga dapat digunakan mandiri oleh pasien. Cara penggunaan alat yang mengadopsi metode three force choice ini juga sangat mudah.
 
Pada alat ukur terdapat tiga tombol, bila naracoba mendengar suara saat lampu LED alat menyala, maka naracoba akan menekan salah satu dari tiga tombol di bawah lampu yang menyala. “Satu kali pengambilan data memakan waktu kurang lebih 10 menit,” papar Dhany.
 
Dhany mengatakan hasil dari pengukuran alat berupa audiogram dapat diakses melalui alat elektronik yang sudah terhubung dengan alat audiometri menggunakan sambungan internet wi-fi. Audiogram ini nantinya akan dibaca dokter.
 
Dia menyebut dokter juga yang akan menentukan apakah pasien mengalami gangguan pendengaran atau tidak berdasarkan grafik level pendengaran. Dhany menuturkan alat yang sudah dikembangkan selama dua tahun ini sudah diujicobakan ke 53 orang berpendengaran normal dan diuji di enam frekuensi berbeda yakni 250, 500, 1.000, 2.000, 4.000, dan 8.000 Hertz (Hz).
 
Tak hanya itu, pengembangan audiometri ini dikontrol langsung oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Surabaya untuk memastikan keamanan produk diimplementasikan langsung ke pasien. Dhany berharap alat ukur ini akan terus dikembangkan dan diperbarui fitur-fiturnya agar memiliki akurasi lebih tinggi serta lebih cepat saat pengambilan data.
 
“Harapannya alat ini dapat digunakan masyarakat luas terutama di puskesmas dengan keterbatasan alat,” tutur dia.
 
Baca juga: Hadapi Pandemi Covid-19, ITS Gandeng ADPII Rumuskan Visi Keilmuan Desain Produk di Indonesia

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan