Setelah sebulan penuh berpuasa di bulan Ramadan, umat Islam akan menyambut hari kemenangan. Ini merupakan momen istimewa sekaligus hari besar keagamaan yang dikenal sebagai ‘Lebaran’.
Ternyata, istilah ‘Lebaran’ hanya digunakan di Indonesia, lho. Negara-negara lain punya istilah tersendiri untuk menyebut Hari Raya Idulfitri, seperti ‘Seker Bayrami’ di Turki, Chaand Rat di India, dan Korite di Senegal.
Lantas, bagaimana asal usul istilah Lebaran di Indonesia? Yuk, simak penjelasannya!
Baca juga: Waspada! Modus Penipuan Jelang Idulfitri Makin Marak, Begini Cara Menghindarinya |
Asal Usul Istilah Lebaran
Berdasarkan informasi dari situs resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, kata Lebaran bersumber dari lima padanan kata. Kelimanya ialah lebar-an, luber-an, labur-an, lebur-an, dan liburan yang punya makna masing-masing.1. Lebar-an
Lebaran disebut-sebut berasal dari kata ‘lebar’ yang berarti lapang. Kata tersebut kemudian ditambah imbuhan -an sehingga bermakna berlapang dada untuk memaafkan sekaligus meminta maaf.2. Luber-an
Menilik Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), luber bermakna melimpah, meluah, melembak, atau melewati batasan yang ditentukan. Jika dikaitkan dengan hari raya, kata ini berarti luber maafnya, rezekinya, serta pahalanya.3. Labur-an
Berasal dari bahasa Jawa, Labur berarti menyatukan. Artinya, manusia diharapkan mampu meleburkan diri pada sifat-sifat yang baik setelah melewati bulan Ramadan. Kata ini juga bermakna meleburkan dosa dengan saling memaafkan satu sama lain.Baca juga: Mudik Lebaran: Tips Memilih Pakaian yang Nyaman untuk Perjalanan Jauh |
4. Liburan
Anak sekolah hingga karyawan kantoran mendapat libur panjang saat perayaan Hari Raya Idul Fitri. Dari sini lah kata liburan sering diucapkan berulang-ulang hingga kelamaan muncul istilah ‘Lebaran’.Tradisi Hindu
Melansir sumber lain, istilah ‘Lebaran’ juga digadang-gadang berasal dari tradisi Hindu yang berarti selesai, usai, atau habis. ini melambangkan selesainya masa berpuasa di bulan Ramadhan dan umat Islam akan menyambut hari kemenangan.Menurut budayawan MA Salmun, yang menulis dalam majalah Sunda pada tahun 1954,
istilah ini diperkenalkan oleh para Wali Songo supaya umat Hindu yang baru masuk Islam tidak merasa asing dengan agama yang baru mereka anut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News