Istilah ngabuburit biasa digunakan untuk menggambarkan kegiatan yang dilakukan sebelum berbuka puasa. Ngabuburit sendiri merupakan istilah yang berasal dari bahasa Sunda.
Pakar bahasa Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad) Gugun Gunardi mengungkapkan kata ngabuburit dalam bahasa Sunda berarti “ngalantung ngadagoan burit” atau bermain sambil menunggu waktu sore.
“Asal katanya dari ‘burit’, yaitu waktu sore, senja, menjelang azan Magrib, atau menjelang matahari terbenam,” papar Gugun dalam keterangan pers, Rabu, 5 April 2023.
Istilah ini kemudian digunakan masyarakat sebagai aktivitas menunggu saat buka puasa di bulan Ramadan. Ragam aktivitas yang dilakukan bisa berupa bermain permainan tradisional, berjalan-jalan, berdagang, hingga aktivitas keagamaan.
Gugun menuturkan istilah ngabuburit sudah ada sejak zaman Orde Baru atau saat ulama Buya Hamka menjadi ketua umum pertama Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1975.
Kala itu, ulama Buya Hamka mendapat arahan dari Presiden Soeharto mengisi momentum ngabuburit dengan kegiatan keagamaan. Hal ini tentunya bisa diterapkan kembali di masa kini, khususnya oleh generasi muda.
“Generasi muda bisa melakukan ngabuburit dengan berdiskui. Ini waktu yang bagus sehingga pengetahuan kita dapat bertambah dan juga terjalin silaturahmi,” ujar Gugun.
Saat ini, ngabuburit sudah ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dosen Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Unpad Wahya menyebut proses penyerapan kata ngabuburit ke dalam bahasa Indonesia berawal dari ketidakadaan konsep kata sepadan untuk penggunaan sehari-hari di luar penutur bahasa Sunda.
Ada beberapa pertimbangan suatu kata bisa digunakan banyak penutur. Pertama, soal bunyi, apakah enak didengar atau tidak mengarah ke makna tertentu.
Susunan kata juga dipertimbangkan, seperti apakah sesuai dengan susunan suka kata bahasa Indonesia atau tidak. Pertimbangan selanjutnya keringkasan, yakni kata itu tidak terlalu panjang saat diucapkan.
“Dengan dasar ini tampaknya kata ngabuburit yang berasal dari bahasa Sunda diserap ke dalam bahasa Indonesia,” kata Wahya.
Kata ngabuburit diserap utuh ke dalam bahasa Indonesia tanpa pergeseran makna. Dengan kata lain, tidak ada perubahan makna saat kata tersebut digunakan ke dalam bahasa Indonesia.
Hal ini sekaligus menjadi bukti bahasa daerah dapat memperkuat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Wahya memaparkan, dalam kontak bahasa, misalnya bahasa daerah dan Indonesia dikenal istilah interferensi dan integrasi.
Interferensi terkait dengan penyerapan kata dari bahasa lain yang masih diperlakukan sebagai kata asing. Sedangkan, integrasi terkaiit dengan penyerapan yang diperlakukan bukan sebagai kata asing.
Wahya menyebut kata ngabuburit termasuk ke dalam integrasi karena tidak diperlakukan sebagai bahasa asing lagi dalam bahasa Indonesia. Dia berpesan kepada masyarakat agar tetap melestarikan bahasa daerah untuk memperkuat bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
“Bahasa daerah harus tetap dipelihara atau dilestarikan demi memperkuat dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara,” ujar Wahya.
Baca juga: Hari Bahasa Ibu Internasional Mesti Jadi Refleksi Peningkatan Penutur |
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News