Salah satunya, Brain Machine Interface untuk membantu manusia menghadapi berbagai penyakit tersebut. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung (LPPM ITB) menyelenggarakan Workshop Series LPPM ITB Volume 8 Tahun 2022 dengan tema "Brain-Machine Interfaces: Controlling Devices with Mind”.
Brain-machine interface (BMI) merupakan sebuah perangkat yang dapat menerjemahkan informasi saraf menjadi perintah yang mampu mengendalikan perangkat lunak atau perangkat keras eksternal seperti komputer atau lengan robot. BMI sering digunakan sebagai alat bantu hidup untuk individu dengan gangguan motorik atau sensorik.
”Teknologi BMI dapat mendeteksi aktivitas neuron dengan menggunakan sensor sangat kecil yang ditanam di dalam otak. Lalu, sensor ini akan mendeteksi spike atau sinyal otak yang melebihi ambang batas tertentu,” kata dosen peneliti Pusat Artificial Intelligence, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB, Nur Ahmadi, dikutip dari laman itb.ac.id, Rabu, 7 September 2022.
Nur menyebut sinyal input yang paling banyak dimanfaatkan oleh teknologi BMI adalah sinyal single signal activity (SUA). Namun, SUA juga memiliki berbagai kelemahan, di antaranya ketidakstabilan SUA dalam jangka panjang yang dapat menurunkan performa dan akurasi dari teknologi BMI.
"Bukan hanya itu, pemrosesan SUA juga sangat kompleks. Untuk menganalisa satu perintah, peneliti setidaknya harus mengklasifikasikan 150 aktivitas single neuron dan akhirnya menyebabkan proses yang lama serta pemakaian daya yang berlebihan,” tutur Nur.
Nur dan peneliti di Pusat Artificial Intelligence STEI ITB menciptakan entire spiking activity (ESA) sebagai alternatif sinyal yang lebih sederhana dan stabil untuk mengatasi kelemahan dari SUA.
Nur menuturkan dilakukan eksperimen dengan subjek kera untuk membuktikan efektivitas serta kredibilitas dari entire spiking activity (ESA) dibanding single signal activity (SUA).
“Kera diinstruksikan untuk mengikuti pergerakan kursor pada komputer. Kemudian, pada saat yang sama pergerakan jari serta sinyal dari otak kera direkam menggunakan sensor dan diproses untuk mendapat sinyal ESA dan SUA untuk memprediksi gerakan kursor,” jelas dia.
Nur menyimpulkan setelah diteliti lebih dari 10 bulan, hasil eksperimen menunjukkan sinyal ESA menghasilkan prediksi gerakan kursor jauh lebih akurat dan stabil daripada sinyal SUA. Hasil dan bukti nyata dari entire spiking activity (ESA) dan teknologi Brain Machine Interface adalah memungkinkannya terjadi komunikasi antarmanusia via aplikasi chat menggunakan keyboard yang dikendalikan langsung oleh pikiran penggunanya masing-masing.
Selain itu, teknologi ini juga dapat memudahkan penggunanya untuk mengontrol robot tangan untuk membantunya memberi minuman. “Teknologi BMI ini dapat membantu kehidupan pasien amyotrophic lateral sclerosis (ALS), spinal cord injury (SCI), dan stroke. Kesimpulannya, teknologi BMI ini dapat menjadi harapan dan solusi untuk penderita penyakit otak,” tutur Nur.
Baca juga: Ilmuwan Peringatkan Pikiran Manusia Bukan untuk Terjaga Saat Tengah Malam |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id