Menristekdikti, Mohamad Nasir saat meninjau tes keterampilan SBMPTN di UNJ. Foto: Medcom.id/Citra Larasati
Menristekdikti, Mohamad Nasir saat meninjau tes keterampilan SBMPTN di UNJ. Foto: Medcom.id/Citra Larasati

Radikalisme di Kampus Imbas Kebijakan Pendidikan Era Orde Baru

Intan Yunelia • 14 Mei 2018 20:43

Jakarta: Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir mengatakan bibit-bibit radikalisme di dunia pendidikan sebenarnya sudah mulai tumbuh sejak awal 1980-an.  Sebagai imbas kebijakan normalisasi kehidupan kampus/badan koordinasi kemahasiswaan (NKK/BKK) yang diterapkan pada era orde baru. 
 
Menurut Nasir, kebijakan tersebut mewajibkan semua kegiatan mahasiswa di kampus harus bebas dari politik.  "HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), Kelompok Cipayung, tidak boleh ada di dalam kampus," ungkap Nasir.
 
Akibatnya, perguruan tinggi menjadi sepi dari kegiatan mahasiswa.  Kekosongan itu yang kemudian disusupi kegiatan yang menebar paham-paham baru eksklusif.    "Ini kejadian kan 
sejak 1983. Proses radikalisme ini tidak serta merta. Terkait radikalisme dan intoleransi sudah sejak 1983," kata Nasir dalam Pembukaan Acara Diskusi Nasional "Menuju World Class University dan World Class Research Institute melalui World Class Research" di Jakarta, Senin 14 Mei 2018.

Pemahaman-pemahaman dan ajaran-ajaran radikal tersebut berkembang, kemudian setelah lulus mereka menjadi dosen, guru dan menyebarkan paham radikalnya.  
 
"Jadi masalah radikalisme sudah dididik sejak dulu, ditambah selama ini tidak dapat perhatian serius," ujar mantan Rektor terpilih Universitas Diponegoro (Undip) ini.
 
Akibat normalisasi kehidupan kampus itu, kegiatan mahasiswa menjadi sulit terpantau. Muncul kegiatan-kegiatan yang bersifat homogen juga tidak terpantau rektor. 
 
Jadi diibaratkan bibitnya ditanam sejak 1983, baru panen saat ini.  Untuk itu, Nasir akan melakukan sejumlah langkah untuk mencegah agar siklus itu tidak berulang. 
 
Rabu besok, dirinya akan mengumpulkan seluruh rektor perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia. Mereka  akan diberikan pengarahan, agar memperketat pengawasan setiap kegiatan kampus baik yang digelar dosen, maupun mahasiswa, agar tak menyebarkan paham radikalisme dan intoleransi. 
 
Upaya menangkal penyebaran paham radikalisme di perguruan tinggi, kata Nasir, sudah dilakukannya sejak 2015.  "Kita lakukan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan, kemudian di 2017 kita safari, melakukan deklarasi seluruh perguruan tinggi Indonesia pada Agustus 2017.  Di 2018 akan ditindaklanjuti lagi," papar Nasir.
 
Oleh karena itu jangan sampai pengajaran intoleransi dan radikalisme kembali diberi ruang untuk berkembang.  "Besok saya akan kumpulkan rektor PTN, akan saya sampaikan statement ini pada para rektor. Mereka harus monitoring kegiatan di kampus masing-masing," jelasnya.
 
Nasir tak segan memberikan sanksi kepada rektor yang tak becus memantau kegiatan mahasiswanya begitupun para dosen.   "Ini sanksinya akan saya berikan pada rektor. Masalah radikalisme, intoleransi, ini harus jadi musuh bersama. Perguruan tinggi harus menangkal intoleransi dan radikalisme yang muncul," pungkasnya.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan