"Kalau jumlahnya besar, bahkan mendominasi, maka itu bisa disebut norm alias dianggap normal. Nah ini yang bahaya," kata Totok kepada Medcom.id, Jumat, 26 Juli 2024.
Hal itu dinilai sebagai bahaya karena secara masif, orang tidak lagi menghargai etika, kejujuran, dan kerja keras. Orang tak lagi bisa membanggakan diri karena karya sendiri.
"Maka masyarakat tersebut akan mengalami kemunduran, bahkan lambat laun menuju kehancuran," jelas dia.
Saat itu, kata dia, masyarakat Indonesia bisa jadi tak lagi kreatif, bahkan tidak produktif. "Sehingga lemah dalam karya. Tidak ada penghargaan kepada kejujuran dan kerja keras," kata Totok.
Sebelumnya, warganet di X (dulu Twitter) tengah ramai membahas soal joki. Hal ini bermula dari keresahan akun X @abigailimuriaa terkait pengguna dan penyedia jasa joki skripsi.
Diksusi di antara warganet terbelah. Masih ada warganet yang menormalisasi joki dan menganggap hal itu tak masalah.
Belakangan ada warganet mengungkap jasa joki yang sampai berbentuk startup. Bahkan, pengikutnya di Instagram sampai 300 ribu dan banyak dipromosikan oleh selebgram atau influencer.
Baca juga: Cegah Perjokian, Ini yang Mesti Dilakukan Dosen Pembimbing Skripsi |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News