Mahasiswa baru UGM Yubita Hida Aprilia. DOK UGM
Mahasiswa baru UGM Yubita Hida Aprilia. DOK UGM

Kisah Manis Yubita, Gadis Difabel Lolos Kuliah di UGM Usai Cobaan Bertubi-Tubi

Renatha Swasty • 01 Agustus 2023 18:13
Jakarta: 15 September 2017 menjadi hari yang tak pernah terlupakan buat Yubita Hida Aprilia. Dia mesti menjalani operasi amputasi kaki sebelah kanan di RS Orthopedi Solo akibat tumor tulang yang terdeteksi telah menyebar dari telapak kaki hingga betis.
 
“Sedih memang tapi bagaimana lagi. Orang tua dan dokter sepakat ini harus dilakukan agar tidak semakin menjalar,” kenang Yubita sambil terisak menangis dikutip dari laman ugm.ac.id, Selasa, 1 Agustus 2023.
 
Yubita merupakan mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada (UGM) yang diterima di Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya melalui jalur SNBT dengan skema pembayaran UKT 0 alias gratis. Diterima kuliah di UGM menjadi hiburan tersendiri bagi Yubita setelah sekian peristiwa tidak mengenakan harus ia lewati.

Cukup lama dia menderita tumor tulang sejak menjelang kelulusan dari SD Negeri 2 Termas hingga kelas VIII di SMP Negeri 1 Karangrayung. Selama itu pula ia harus beraktivitas dengan kruk (penyangga kaki).
 
Banyak perubahan dalam diri Yubita pasca kehilangan satu kaki. Dia terpaksa membatasi banyak kegiatan semacam kepramukaan dan olahraga.
 
Bahkan, Yubita yang dulu duduk di kelas IPA saat menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Karangrayung, harus mengubah orientasi keinginan. Semula, dia ingin menjadi dokter.
 
Namun, takut bayangan tidak bisa mengikuti perkuliahan karena banyaknya praktik lapangan sehingga membuatnya mengurungkan niat itu. Terlebih, ia harus kehilangan sang ayah, Tarli, karena sakit paru-paru saat baru lulus dari SMA Ngeri 1 Karangrayung.
 
“Ayah meninggal hampir bersamaan saat kelulusan SMA. Makanya saat lulus dari SMA Negeri 1 Karangrayung sempat gap year,” beber Yubita.
 
Yubita sadar hari-hari yang akan dijalani akan semakin berat. Apalagi, ibunya, Juwariyah, harus sendirian menanggung hidup keluarga.
 
Meski sang kakak, Yuli Nur Hidayah, sudah berkeluarga tetapi belum bisa membantu banyak karena belum terlalu mapan. Sementara itu, adiknya, Setyo Budi Utomo, masih duduk di kelas 3 SD Negeri Termas.
 
Setahun menunggu kesempatan seleksi masuk perguruan tinggi, Yubita mengisi hari-harinya dengan membaca dan latihan soal-soal tes. Dengan pendapatan ibunya sebagai buruh paruh waktu di pemotongan ayam di pasar Godong Grobogan, dia tak tega menyampaikan keinginannya untuk mengikuti bimbingan belajar.
 
“Tidak mungkin, lokasi bimbelnya juga jauh dari rumah,” ucap dia.
 
Yubita memang tampak lebih dewasa dari usianya. Tidak mudah baginya berdamai dengan situasi setelah pascaoperasi, tetapi ia tetap menjalani semua dengan tenang dan tawakal. Pasca operasi menjadikannya semakin paham dengan kondisi tubuhnya meski tidak semakin leluasa.
 
Nilai-nilai Yubita di kelas XII IPA SMA Negeri 1 Karangrayung sesungguhnya tidak terlalu jelek dengan rata-rata nilai Ujian Sekolah mencapai 85,46. Untuk mengejar ketertinggalan, ia selalu konsisten dengan pola belajar rutin dan dilakoninya setiap hari jam 3 dini hari hingga Subuh.
 
“Beraninya paling bilang minta dibelikan buku-buku latihan soal dan paket tryout. Kalau ada kesulitan-kesulitan sesekali buka YouTube. Kenapa Sastra? Ya, berharap saja kuliah lapangannya tidak terlalu banyak,” ujar pengagum sastrawan Pramoedya Ananta Tour, Khalil Gibran, dan Rendra itu.
 
Yubita merasa bersyukur meski tidak memiliki badan sempurna, saat sekolah ia mendapat perlakuan baik dari teman-temannya. Bahkan, saat duduk di SMA Negeri 1 Karangrayung salah satu teman yang kebetulan masih saudara rela menjemput saat berangkat dan pulang sekolah.
 
Perempuan kelahiran Grobogan, 23 April 2004 itu kini tengah menjalani Pelatihan Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru (PPSMB) di kampus UGM. Dia sangat senang bisa kuliah di UGM, perguruan tinggi yang ia impikan semenjak duduk di bangku SMP Negeri 1 Karangrayung.
 
Juwariyah mengaku senang sekaligus sedih melihat Yubita diterima kuliah di UGM. Dia senang karena mimpi anaknya terkabul. Juwariyah juga sedih lantaran suaminya tidak melihat kebahagiaan Yubita masuk kuliah di UGM.
 
Dia mengaku mustahil awalnya untuk terus mendorong Yubita bisa kuliah. Penghasilannya sebagai tenaga paruh waktu di pemotongan ayam dan buruh tani tidak akan mencukupi.
 
“Pripun rata-rata naming sekitar Rp1,5 juta. Nggih bersyukur saja, sedihnya Bapaknya tidak bisa nyawang Yubita kuliah menjadi mahasiswa baru UGM,” ungkap dia berkaca-kaca.
 
Baca juga: Perjuangan Riza, Maba UGM yang Raih UKT Nol Rupiah

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan