Kantor BRIN. Humas BRIN
Kantor BRIN. Humas BRIN

Presidensi G20, Momentum BRIN Bentuk Platform Terbuka Riset dan Inovasi di Tingkat Global

Renatha Swasty • 13 April 2022 10:42
Jakarta: Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyelenggarakan Research and Innovation Initiative Gathering (RIIG) sebagai salah satu rangkaian pendukung perhelatan Presidensi G20 Indonesia. Terdapat dua prioritas agenda utama RIIG.
 
Pertama, meningkatkan kolaborasi riset dan inovasi melalui sharing fasilitasi, infrastruktur, dan pendanaan. Kedua, penggunaan biodiversitas (keanekaragaman hayati) untuk mendukung green and blue economy.
 
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyampaikan latar belakang pemilihan dua prioritas tema pada RIIG, yaitu adanya keinginan membentuk open platform. Hal itu bisa menjadi jembatan antar anggota G20 sekaligus mencapai pemahaman bersama yang dapat mewujudkan tujuan bermanfaat pada dunia riset dan inovasi.

"Pada G20 kali ini, RIIG akan difokuskan pada kesadaran dan membuat kesepakatan bagaimana kita berkolaborasi memanfaatkan biodiversitas berbasis pada kolaborasi riset, sharing infrastruktur, dan pendanaan secara sederajat," kata Handoko dalam keterangan tertulis, Rabu, 13 April 2022.
 
Dia menuturkan berdasarkan pengalaman pandemi covid-19 yang berlangsung hampir tiga tahun belakangan ini, kolaborasi riset biodiversitas dan pemanfaatannya memegang peranan sangat penting. Kenyataannya, selama ini biodiversitas masih dikelola sendiri oleh masing-masing pihak.
 
"Kehadiran BRIN dengan sumber daya yang ada mampu merepresentasikan Indonesia dalam pemanfaatan biodiversitas secara sederajat dengan negara lain," tutur Handoko.
 
Kepala Organisasi Riset Kebumian dan Maritim BRIN sekaligus Co-Chair RIIG, Ocky Karna Radjasa, mengatakan keanekaragaman hayati merupakan isu sangat penting. Beberapa pemerintahan di dunia telah mengadopsi mix digital green and blue economy.
 
“Maka dari itu, pemanfaatan biodiversitas untuk mendukung green and blue economy juga perlu dikaitkan dengan pendekatan platform digital agar memaksimalkan hasil yang dicapai,” tutur dia.
 
Selain itu, diperlukan capacity building untuk meningkatkan kemampuan peneliti. Sehingga bisa mewujudkan Research Station yang mengarah pada Research Framework Knowledge Sharing and Technology Transfer.
 
Ocky menegaskan dibutuhkan suatu kerangka kerja untuk berkolaborasi di antara negara-negara G20. Hal ini penting karena ada circle yang harus dikoordinasikan.
 
"Ketika bicara mengenai pemanfaatan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan, kita harus memikirkan bagaimana kita menjaganya bukan hanya untuk masa depan, tapi untuk planet kita. Karena itu, kita butuh pendekatan green and blue economy,” tutur dia.
 
Sebelumnya, pada RIIG preliminary meeting negara-negara anggota G20 mengusulkan beberapa poin untuk dibahas dalam rangkaian RIIG berikutnya pada 2022. Pertama, mengusulkan kerangka kerja spesifik, praktis, dan layak untuk berbagi fasilitas, pendanaan, data, dan infrastruktur antar negara G20 dengan mempertimbangkan isu keamanan data.
 
Indonesia akan memberikan konsep open platform yang lebih rinci untuk dibahas dalam pertemuan RIIG berikutnya. Kedua, mengidentifikasi keterlibatan saat ini dalam bidang ilmu kelautan, apakah proposal RIIG mengikat kolaborasi tersebut atau justru dapat mengisi celah yang belum dipenuhi oleh kolaborasi yang sudah ada. Ketiga, mempertajam fokus pada energi terbarukan dan menawarkan upaya yang lebih terarah pada sumber energi terbarukan tertentu.
 
Baca: Periset BRIN Sebut Pembangunan Harus Berorientasi Kesejahteraan Rakyat
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan